DAFTAR ISI
LADUNI.ID, Jakarta – Ketika menjelang shalat Jumat, kita selalu mendengar bacaan Tarqiyyah, yakni bacaan yang dibaca sebelum khatib maju dan naik ke mimbar untuk menyampaikan khutbah Jumat. Adapun yang bertugas membacakan bacaan Tarqiyyah tersebut adalah orang yang disebut muraqqi atau bilal.
Akan tetapi, sebagian kalangan mengatakan bahwa pembacaan Tarqiyah yang dibacakan oleh bilal itu kemudian disebut bid’ah. Benarkah demikian? Bagaimana status hukum sebenarnya?
BACAAN TARQIYYAH
Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa lafadz bacaan Tarqiyyah yang biasa berlaku di beberapa masjid di daerah-daerah di Indonesia adalah sebagai berikut.
مَعَاشِرَالْمُسْلِمِينَ، وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِينَ رَحِمَكُمُ اللهِ، رُوِيَ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ، وَاْلإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ (أَنْصِتُوا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا رَحِمَكُمُ اللهِ ٢×) أَنْصِتُوا وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ١×
Sehabis bilal selesai membaca kalimat Tarqiyyah ini, lalu sang khatib maju menerima tongkat dan ketika naik ke atas mimbar, bilal membaca doa shalawat sebagai berikut.
اللَّـٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ٢× ، اللَّـٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَحَبِيبِنَا وَشَفِيعِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَسَلِّمْ وَرَضِيَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى عَنْ سَادَتِنَا أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ أَجْمَعِينَ
Setelah khatib berada di atas mimbar, bilal menghadap kiblat dan membaca doa sebagai berikut:
اللَّـٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، اللَّـٰهُمَّ قَوِّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلإِيمَانَ، مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، وَانْصُرْهُمْ عَلَى مُعَانِدِيْ الدِّينَ رَبِّ اخْتِمْ لَنَا مِنْكَ بِالْخَيْرِ، يَاخَيْرَ النَّاصِرِينَ، بِرَحْمَتِكَ يآأَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
Beberapa bacaan tersebut di atas, setidaknya mengandung empat hal. Pertama, anjuran mendengarkan secara seksama khutbahnya khatib. Kedua, larangan berbicara saat khutbah berlangsung. Ketiga, pembacaan shalawat kepada Nabi. Keempat, mendoakan kaum muslimin dan muslimat. Keempat isi kandungan tarqiyyah tersebut merupakan hal yang positif.
Baca juga: Bacaan Bilal Sholat Jumat
TARQIYYAH MENURUT MAYORITAS ULAMA
Menurut mayoritas ulama, tradisi pembacaan tarqiyyah adalah bid’ah hasanah (positif). Meski tidak pernah ada di zaman Nabi dan tiga khalifah setelahnya, akan tetapi isi kandungan tarqiyyah mengarah kepada hal yang positif. Tidak setiap hal yang baru disebut bid’ah yang tercela (selama tercakup dalam dalil-dalil anjuran umum), maka tergolong hal yang baik, sebagaimana ditegaskan oleh para ulama dalam kajian tentang bid’ah.
Dalam kaitan ini, Syekh Syihabuddin al-Qalyubi pernah berkata:
فرع – اتخاذ المرقي المعروف بدعة حسنة لما فيها من الحث على الصلاة عليه صلى الله عليه وسلم بقراءة الآية المكرمة وطلب الإنصات بقراءة الحديث الصحيح الذي كان صلى الله عليه وسلم يقرؤه في خطبه ولم يرد أنه ولا الخلفاء بعده اتخذوا مرقيا
“(Sebuah cabangan permasalahan). Mengangkat muraqqi sebagaimana tradisi yang terlaku adalah bid’ah yang baik karena mengandung hal yang positif berupa anjuran membaca shalawat kepada Nabi dengan membaca ayat Al-Qur’an, anjuran diam saat khutbah dengan menyebutkan dalil hadits shahih yang dibaca Nabi dalam beberapa khutbahnya. Tidak ada dalil yang menyebutkan bahwa Nabi dan tiga khalifah setelahnya mengangkat seorang muraqqi.” (Syekh Syihabuddin al-Qalyubi, Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala al-Mahalli, Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2009, juz 1, halaman 419).
Baca juga: Inilah Bacaan Bilal Shalat Terawih Beserta Jawabannya
Saat ditanya tentang ritual yang dilakukan muraqqi, Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli mengatakan:
فعلم أن هذا بدعة لكنها حسنة ففي قراءة الآية الكريمة تنبيه وترغيب في الإتيان بالصلاة على النبي في هذا اليوم العظيم المطلوب فيه إكثارها وفي قراءة الخبر بعد الأذان وقبل الخطبة ميقظ للمكلف لاجتناب الكلام المحرم أو المكروه في هذا الوقت على اختلاف العلماء فيه وقد كان النبي يقول هذا الخبر على المنبر في خطبته إهـ
“Maka dapat diketahui bahwa tarqiyyah adalah bid’ah akan tetapi bid’ah yang baik. Dalam pembacaan ayat suci Al-Qur’an (yang berkaitan anjuran membaca shalawat) merupakan sebuah peringatan dan motivasi untuk mebaca shalawat kepada Nabi di hari Jumat ini yang dianjurkan untuk memperbanyak bacaan shalawat. Pembacaan hadits setelah adzan dan sebelum khutbah mengingatkan mukallaf untuk menjauhi perkataan yang diharamkan atau dimakruhkan pada waktu ini (saat khutbah) sesuai dengan ikhtilaf ulama dalam masalah tersebut. Dan sesungguhnya Rasulullah membaca hadits tersebut saat menyampaikan khutbahnya di atas mimbar”. (Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli, Fatawa al-Ramli Hamisy al-Fatawa al-Kubra, juz.1, hal.276, Beirut-Dar al-Fikr, cetakan tahun 1983, tanpa keterangan cetak).
Lebih dari itu, menurut pandangan Syekh Ibnu Hajar sebagaimana dikutip oleh Syekh Sulaiman al-Jamal, tradisi muraqqi sama sekali tidak bisa disebut bid’ah, bahkan tarqiyyah hukumnya sunah. Sebab tradisi tersebut memiliki dalil dalam hadits, yaitu saat melaksanakan khutbah haji wada’, Rasulullah memerintahkan salah seorang sahabat untuk memberi instruksi kepada jamaah untuk mendengarkan secara seksama khutbahnya Nabi.
Baca juga: Hukum Mengantarkan Khatib Naik Mimbar
Syekh Sulaiman al-Jamal menegaskan:
قال حج وأقول يستدل لذلك أي للسنة بأنه صلى الله عليه وسلم أمر من يستنصت له الناس عند إرادته خطبة منى في حجة الوداع وهذا شأن المرقى فلا يدخل في حد البدعة أصلا إهـ
“Syekh Ibnu Hajar berkata, saya mengatakan, dalil mengangkat muraqqi dari sunah Nabi adalah bahwa Rasulullah memerintahkan seseorang untuk mengintruksikan manusia untuk diam saat beliau Nabi hendak menyampaikan khutbah Mina di Haji wada’, yang demikian ini adalah ciri khas dari seorang muraqqi, maka tradisi tarqiyyah sama sekali tidak masuk dalam kategori bid’ah.” (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal ‘ala Fath al-Wahhab, Beirut, Dar al-Fikr, tanpa tahun, juz 2, halaman 35).
KESIMPULAN
Dari pendapat hukum berbagai ulama tersebut di atas, setidaknya dapat disimpulkan bahwa tradisi pembacaan Tarqiyyah merupakan hal yang baik untuk dilakukan dan dilestarikan. Kendati beberapa ulama masih berbeda pendapat mengenai status bid’ah atau tidaknya, akan tetapi mereka sepakat bahwa tradisi tersebut bukan hal yang tercela, bahkan mengandung banyak hal positif.
Dengan kesimpulan tersebut ditemukan bahwa tidak ada sedikitpun alasan untuk melarang bacaan Tarqiyyah, apalagi sampai menganggapnya sesat. Semoga kita semua selalu diberikan petunjuk dan hidayah oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Aamiin ya Rabbal ‘aalamiin.
Baca juga: Panduan Bacaan Bilal Shalat Tarawih
SUMBER
- Syekh Sulaiman al-Jamal. Hasyiyah al-Jamal ‘ala Fath al-Wahhab. Beirut: Dar al-Fikr.
- Syekh Syihabuddin al-Qalyubi. Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala al-Mahalli. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah. 2009.
- Syekh Muhammad bin Ahmad al-Ramli, Fatawa al-Ramli Hamisy al-Fatawa al-Kubra, juz.1. Beirut: Dar al-Fikr. 1983.