الحكمة في عدم جواز نكاح المملوك بغیر اذن مولاه
Hikmah Tidak Boleh Kawin dengan Budak tanpa Seizin Tuannya
إعلم وفقك الله أن منافع البضع مملوكة للسيد. وإذا كان الأمر كذلك فهو أشبه بشيء مملوك للسيد من كل الوجوه ولا يجوز التصرف في ملك الغير بغير إذنه ورضاه.
Ketahuilah bahwa segala manfaat barang itu dimiliki oleh pemiliknya. Kalau begitu, seorang budak itu sama dengan barang milik tuannya dari segala seginya. Tidak boleh mempergunakan barang tanpa seizin tuannya serta mendapat ridla darinya.
من أجل ذلك أعتبر الشارع الحكيم أن نكاح المملوك بغير إذن مولاه غير نافذ أصلاً لما بيّنا وقد ذكر في البدائع ما يأتي:
Tuhan Yang Maha Bijaksana menganggap bahwa mengawini hamba tanpa seizin tuannya, berarti tidak melaksanakan apa yang dimaksud di atas. Dalam kitab al-Bada’i disebutkan:
فلا يجوز نكاح مملوك بغير إذن مولاه وإن كان عاقلًا بالغًا سواء كان قنًا أو مدبرًا أو مدبرة أو أم ولد. أو مكاتبة أو مكاتبًا.
“Seorang tidak boleh kawin dengan budak tanpa seizin tuannya, meskipun budak itu berakal dan sudah baligh. Termasuk di antaranya budak yang disebut qinn[1], mudabbar[2] mudabbarah[3], umm walad[4], mukatabah[5], atau mukatab[6].
أما القن فإن كان أمة فلا يجوز نكاحها بغير إذن سیدها بلا خلاف. لأن منافع البضع مملوكة لسيدها. ولا يجوز التصرف في ملك الغير بغير إذنه. وكذلك المدبرة وأم الولد لما قلنا. وكذا المكاتبة لأنها ملك المولى رقبة.
Kalau qinn adalah seorang budak perempuan, maka telah disepakati oleh para ulama bahwa mengawininya tanpa seizin tuannya tidak boleh, karena seluruh badannya adalah milik tuannya dan tidak boleh dipakai oleh orang lain tanpa izin. Demikian pula budak perempuan dalam jenis mudabbarah, umm walad. Adapun mukatabah, maka dia juga tidak boleh dikawin oleh orang lain tanpa seizin tuannya, karena dia adalah kepunyaan tuannya sebagai hamba sahaya.
وملك المنفعة يتبع ملك الرقبة إلا أنه منع من الاستمتاع بها لزوال ملك اليد. وفي الاستمتاع إثبات ملك اليد. ولأنها من الجائز أنها تعجز فتردّ إلى الرق فتعود قنة كما كانت فتبين أن نكاحها صادف المولى فلا يصح. وإن كان عبدًا فلا يجوز نكاحه أيضًا عند عامة العلماء.
Pemilikan manfaat terkait dengan pemilikan hamba, cuma dia tidak boleh digauli karena hilangnya pemilikan kekuasaan sepenuhnya. Bisa jadi mukatabah itu tidak sanggup membayar sehingga dikembalikan menjadi budak seperti semula. Maka pemikahannya sama dengan budak yang dimerdekakan oleh karena itu harus izin pula kepada tuannya. Apabila budak itu adalah seorang hamba laki-laki, menurut kebanyakan ulama tidak boleh kawin tanpa seizin tuannya.
وقال مالك رضي الله عنه يجوز. وجه قوله إن منافع بضع العبد لا تدخل تحت ملك المولى فكان المولى فيها على أصل الحرية والمولى بأجنبي عنها فيملك النكاح كالحر.
Tapi menurut Imam Malik, boleh. Alasannya, karena manfaat alat seks milik hamba laki-laki tidak termasuk harta milik tuannya oleh karena itu dia bisa kawin seperti orang merdeka.
بخلاف الأمة لأن منافع بضعها ملك المولى فمنعت من التصرف بغير إذنه.
Lain halnya dengan hamba perempuan, manfaat alat seksnya adalah milik tuannya, maka tidak boleh ada orang yang mempergunakannya kecuali harus seizin tuannya.
ولأبي حنيفة رضي الله عنه أن العبد بجميع أجزائه ملك المولى لقوله تعالى:
Sedangkan menurut Abu Hanifah; seorang hamba laki-laki beserta seluruh anggota tubuhnya adalah milik tuannya, berdasarkan firman Allah:
﴿ ضَرَبَ لَكُم مَّثَلًا مِّنْ أَنْفُسِكُمْ هَل لَّكُم مِّن مَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُم مِّنْ شُرَكَآءَ فِي مَا رَزَقْنَاكُمْ فَأَنتُمْ فِيهِ سَوَآءٌ ﴾١.
Artinya: “Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kananmu, sekutu bagimu dalam (memiliki) rizki yang telah Kami berikan kepadamu, maka kamu sama dengan mereka dalam (hak mempergunakan) rezki itu”. Al-Rum: 28.
أخبر سبحانه وتعالى أن العبيد ليسوا شركاء فيما رزقت السادات ولاهم سواء في ذلك. ومعلوم أن ما أراد به نفي الشركة في المنافع لاشتراكهم فيها دلّ أنه أراد به حقيقة الملك. ولقوله تعالى:
Allah menjelaskan bahwa hamba sahaya bukanlah sekutu dan mereka itu tidak sama. Maksudnya, antara tuan dan hamba sahaya itu tidak mempunyai fungsi yang sama, dengan demikian hamba adalah menjadi milik tuannya. Firman Allah:
﴿ ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا عَبْدًا مَمْلُوْكًا لَا يَقْدِرُ عَلَى شَيْءٍ ﴾٢
Artinya: “Dan Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu apapun.” Al-Nahl: 75.
والعبد اسم لجميع أجزائه. ولأن سبب الملك أضيف إلى كله. فيثبت الملك في كله. إلا أنه منع من الانتفاع ببعض أجزائه بنفسه. وهذا لا يمنع ثبوت الملك كالأمة المجوسية وغير ذلك. وكذلك المأذون في التجارة.
Kata-kata hamba dalam ayat di atas menunjukkan untuk keseluruhan anggota badannya. Sebab pemilikan hamba dikaitkan dengan hamba secara keseluruhan, maka dia menjadi milik tuan secara keseluruhan termasuk seluruh anggota tubuhnya, kecuali kalau seandainya Allah melarang untuk mempergunakan sebagian anggota tubuhnya umpamanya. Hal ini tidak menolak pemilikan pada hamba perempuan Majusi dan lain-lain, termasuk juga budak yang diperbolehkan untuk dijualbelikan (diperdagangkan).
والنكاح ليس من التجارة لأن التجارة معاوضة المال بالمال. والنكاح معاوضة البضع بالمال. والدليل عليه أن المرأة إذا زوجت نفسها على عبد تنوي أن يكون العبد للتجارة لم يكن للتجارة. ولو كان النكاح من التجارة لكان بدل البضع للتجارة كالبيع فكان هو بالنكاح متصرفًا في ملك مولاه فلا يجوز. كما لا يجوز نكاح الأمة.
Hanya saja nikah bukanlah jenis perdagangan, karena dalam prinsip perdagangan itu ada tukar menukar barang dengan barang, sementara dalam pernikahan adalah tukar menukar seks dengan barang. Buktinya, kalau ada seorang perempuan yang kawin dengan budak dengan maksud nanti budak akan diperdagangkan, akhirnya bukan untuk diperdagangkan (tapi untuk dinkahi). Kalau saja pernikahan itu termasuk perdagangan, maka penggunaan organ seks akan seperti jual beli. Mengadakan pernikahan dengan budak berarti menggunakan harta tuannya, maka harus mendapat izin.
والدليل عليه قوله تعالى: ﴿ لَّا يَقْدِرُ عَلَى شَيْءٍ ﴾۳ وصف العبد الملوك بأنه لا يقدر على شيء ومعلوم انه ما أراد به القدرة الحقيقية لأنها ثابتة له فتعين القدرة الشرعية. وهي إذن الشرع وإطلاقه. فكان نفي القدرة الشرعية نفيًا للإذن والإطلاق. ولا يجوز إثبات التصرف الشرعي بغير إذن الشرع. وكذلك المدير لأنه عبد مملوك وكذلك المكاتب. لأن المكاتب عبد ما بقي عليه درهم على لسان رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ولأنه كان محجورًا عن التزوج قبل الكتابة وعند الكتابة ما أفاد له إلا الإذن بالتجارة. والنكاح ليس من التجارة. اهـ بتصرف.
[1] Hamba laki-laki atau perempuan yang dimiliki oleh tuannya bersama dengan kedua orang tuanya.
[2] Hamba yang bisa merdeka kalau tuannya sudah mati. Disebut mudabbar karena tuannya adalah yang memelihara urusan dunia dan akheratnya.
[3] Hamba perempuan dari mudabbar.
[4] Hamba perempuan yang mempunyai anak karena digauli oleh tuannya. Dia akan merdeka setelah tuannya mati.
[5] Hamba perempuan yang bisa merdeka kalau dibayar atau ditebus dengan sejumlah harta atau uang tertentu.
[6] Hamba laki-laki dari mukatabah.