الحكمة في جعل إقامة الحد للإمام
Hikmah Menegakkan Hukum dilakukan oleh Pemimpin
إن الإنسان إذا ارتكب جناية مثل القتل والسرقة والنصب والاحتيال وما شاكل ذلك، واردنا أن نقتص منه. فلو أقيم الحد من ولي المقتول مثلًا أو صاحب العين المسروقة لأدّى ذلك إلى فتنة كبيرة في الأمة لا تحمد عقباها.
Banyak kejahatan yang sering terjadi seperti pembunuhan, pencurian, penipuan, dan yang semisalnya. Sementara kita hendak memberikan Qishas (hukuman) kepadanya, maka kalau had itu dijalankan oleh wali keluarga orang yang terbunuh umpamanya atau pemilik harta yang kecurian niscaya akan menimbulkan fitnah yang besar di dalam ummat yang tidak akan pernah padam dan tidak akan berkesudahan akibatnya.
بل يقع بسببها الخراب والدمار خصوصًا إذا كان الجاني له قوة وعصبة مانعة. وهذا الأمر مشاهد ومحسوس برأي العين.
Karena kadang-kadang pelaku kejahatan itu memiliki kekuatan dan kelompok kuat yang mempertahankannya. Hal ini dapat kita saksikan dengan jelas dengan mata kepala sendiri.
من أجل ذلك جعل الشارع الحكيم للإمام العام أو نائبه الحق في إقامة الحدود كلها أو بعضها لأنه هو المتصرف المطلق بمقتضى وظيفته الدينية. وهو ذو قوة وشوكة وسلطان يمكنه أن يقتص من الجاني من غير أن تحصل أي فتنة في الأمة. وقد ورد في البدائع ما يأتي
Untuk itu Allah Yang Maha bijaksana memberikan kepada pemimpin rakyat umum atau wakilnya hak wewenang untuk menegakkan hukum Qishash sebagian atau seluruhnya. Karena dia adalah orang yang berkuasa mutlak sesuai dengan tugas agamanya. Dialah yang memiliki kekuatan, nyali, dan kekuasaan sehingga memungkinkannya untuk melakukan hukum Qishas bagi orang yang melakukan kejahatan tanpa menimbulkan fitnah di dalam ummat. Telah disebutkan di dalam kitab Al Bada’i sebagai berikut:
أن يكون المقيم للحد الإمام أو من ولاه الإمام. وهذا عند الحنفية. وعند الشافعية ليس بشرط. وللرجل أن يقيم الحد على مملوكه إذا ظهر الحد عنده بالإقرار أو بالمعاينة. بأن رأى عبده زنا بأجنبية.
Hendaknya orang yang menegakkan hukum had adalah seorang pemimpin atau orang yang diberi kuasa oleh pemimpin. Ini menurut pendapat golongan mazhab Hanafiyah. Adapun menurut golongan Syafi’i tidak ada syaratnya. Dan hendaknya orang laki-laki menjalankan hukum had bagi hamba sahayanya apabila hukum had itu nampak jelas baginya dengan ketetapan atau dengan menyaksikan sendiri bahwa ia melihatnya melakukan zina dengan wanita yang bukan istrinya,
وكذلك في إقامة المرأة الحد على مملوكها. وإقامة المكاتب الحد على عبد من أكسابه احتج الشافعي رضي الله عنه بما روي عن سيدنا علي كرم الله وجهه عن رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أنه قال:
Demikian pula orang wanita menjalankan hukum had bagi hamba sahaya miliknya. Dan hamba sahaya yang dijanjikan akan dimerdekakan berkewajiban menjalankan hukum had terhadap hamba yang ada di bawah tingkatannya. Asyafi’i Radhiyallahu ‘anhu beralasan dengan hadits yang diriwayatkan dari Sayyidina Ali karramallahu wajhah dari rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
«أَقِيْمُوا الْحُدُوْدَ عَلَى مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ»
Artinya: “Tegakkanlah hukuman had bagi hamba sahaya yang kamu miliki”
وهذا نص. وروي عنه أيضًا أنه قال:
Ini adalah nash yang diriwayatkan dari nabi. Dan diriwayatkan pula bahwa beliau bersabda:
«إِذَا زَنَتْ أُمَةُ أَحَدِكُمْ فَلْيَجْلِدْهَا فَإِنْ عَادَتْ فَلْيَجْلِدْهَا فَإِنْ عَادَتْ فَلْيَجْلِدْهَا فَإِنْ عَادَتْ فَلْيَبِعْهَا وَلَوْ بِضَفِيْرٍ»
Artinya: “Apabila budak perempuan salah seorang di antara kamu berzina maka cambuklah, jika mengulangi lagi maka cambuklah, jika mengulangi lagi maka cambuklah, dan jika mengulangi lagi maka juallah walaupun hanya dengan harga beberapa dirham”.
أي بحبل وهذا أيضًا نص في الباب. ولأن السلطان إنما ملك الإقامة لتسلطه على الرعية وتسلط المولى على مملوكه فوق تسلط السلطان على رعيته.
Yakni seharga tampar, hal ini telah dinashkan. Penguasa memiliki wewenang untuk menjalankan hukuman had karena berkuasa atas rakyatnya. Dan tuan berkuasa atas budaknya lebih banyak dari pada penguasa terhadap rakyatnya.
الا تری أنه يملك الإقرار عليه بالدين ويملك عليه التصرفات. والإمام لا يملك شيئًا من ذلك. فلو ثبت الجواز للسلطان فالمولى أولى. ولهذا ملك إقامة التقرير عليه كذا الحد
Tidakkah anda ketahui bahwa dia berhak untuk menentukan agamanya dan berhak untuk memperlakukannya. Sedang pemimpin tidak berhak sama sekali dalam hal itu. Kalaulah penguasa mempunyai wewenang, namun tuan pemiliknya lebih utama dari padanya. Oleh karena itu ia mempunyai wewenang untuk menetapkan sesuatu kepadanya sebagaimana ia berwenang untuk menjalankan hukum had.
وقالت الحنفية: إن ولاية إقامة الحدود ثابتة للإمام بطريق التعيين والمولى لا يساويه فيما شرع له بهذه الولاية. فلا يثبت له ولاية الإقامة استدلالًا بولاية إنكاح الصغار والصغائر لأنها لما ثبتت للأقرب لم تثبت لمن لا يساويه فيما شرع له الولاية وهو الأبعد.
Golongan Hanafiah mengatakan, bahwa wewenang untuk menjalankan hukum had bagi pemimpin ditetapkan dengan jalan pemilihan. Sedang tuan tidak sama dalam hal penentuan wewenang baginya. Maka ketetapan wewenang menjalankan hukuman had baginya menggunakan dalil dengan perwalian dalam menikahkan anak-anak kecil. Jika wewenang itu tetap bagi orang yang paling dekat maka tidak tetap bagi orang yang paling jauh.
وبيان ذلك أن ولاية إقامة الحد إنما ثبتت للإمام لمصلحة العباد وهي صيانة أنفسهم وأموالهم وأعراضهم. لأن القضاة يمتنعون من التعرض خوفًا من إقامة الحد عليهم. والمولى لا يساوي الإمام في هذا المعنى. لأن ذلك ذلك يقف على الإمامة.
Hal itu dapat dijelaskan bahwa wewenang menjalankan hukum had itu ditetapkan bagi pemimpin untuk kepentingan hamba, yakni menjaga diri mereka, harta dan kehormatan mereka. Adapun para hakim berhalangan untuk menentukan karena khawatir mereka sendiri terkena hukum had. Dalam hal ini tuan tidak sama dengan pemimpin karena hal itu hanya berkaitan dengan kepemimpinan.
والإمام قادر على الإقامة لشوكته ومنعته وانقياد الرعية له قهرًا وجبرًا. ولا يخاف تبعة الجناة وأتباعهم لانعدام المعارضة بينهم وبين الإمام. وتهمة الميل والمحاباة والتواني عن الإقامة منفية في حقه فيقيم على وجهها فيحصل الغرض المشروع له الولاية بيقين.
Sementara pemimpin mampu menjalankan hukum had karena nyalinya, kekuatannya, dan ketundukan rakyat kepadanya secara paksa. Dan tidak takut akan balas dendam para penjahat dan para pengikut mereka karena tidak ada perlawanan antara pemimpin dengan mereka dan tidak ada tuduhan cenderung kasih sayang dan lemah lembut dalam melaksanakan hukum had. Maka ia menjalankan hukum had sesuai dengan ketentuan. Sehingga maksud disyari’atkan wewenang untuk menjalankan hukum had baginya tercapai dengan nyata.
وأما المولى فربما يقدر على الإقامة نفسها وربما لا يقدر لمعارضة العبد إياه فيمنعه عن الإقامة. وكذلك يخاف على نفسه وماله من العبد الشرير لو قصد إقامة الحد عليه أن يأخذ بعض أمواله ويقصد إهلاكه ويهرب منه فيمتنع عن الإقامة.
Adapun tuan mungkin mampu menjalankan hukum had dengan sebenarnya dan mungkin tidak, karena adanya perlawanan budak kepadanya sehingga ia berhalangan untuk menjalankannya. Begitu pula ia khawatir terhadap keamanan jiwa dan hartanya dari ancaman budak yang jahat seandainya ia bermaksud menjalankan hukuman had baginya. Mungkin budak yang jahat itu mengambil sebagian hartanya dan bertujuan untuk merusaknya serta melarikan diri dari padanya sehingga tuan berhalangan untuk menjalankan hukuman had.
ولو قدر على الإقامة فقد يقيم وقد لا يقيم لما في الإقامة من نقصان قيمته بسبب عيب الزنا والسرقة. أو يخاف سراية الجلدات إلى الهلاك. والمرء مجبول على حب المال.
Andaikata ia mampu tapi mungkin menjalankan dan mungkin tidak karena di dalam menjalankan hukum had ukurannya bisa bekurang dikarenakan hinanya perbuatan zina dan pencurian. Atau khawatir dengan hukuman cambuk akan terjadi pembekuan harta, sementara manusia mempunyai watak cinta kepada harta.
ولو أقام فقد يقيم على الوجه وقد لا يقيم على الوجه بل من حيث الصورة فلا يحصل الزجر. فثبت أن المولى لا يساوي الإمام في تحصيل ما شرع له من إقامة الحد فلا يزاحمه في الولاية بخلاف التعزير من وجهين
Dan jika menjalankan had kadang-kadang sesuai dengan had dan kadang-kadang tidak, bahkan ditinjau dari segi cara pelaksanaan yang semestinya bertujuan membuat jera, tidak berhasil. Maka tetap bahwa tuan tidak sama dengan pemimpin di dalam menjalankan hukum had yang disyari’aikan baginya sehingga tidak ada sesuatu yang menghalanginya dalam hal kekuasaan. Lain halnya dengan ta’zir yang mempunyai dua perbedaan:
أحدهما: أن التعزير هو التعيير والتوبيخ وذلك غير مقدر. فقد يكون بالحبس وقد يكون برفع الصوت وتعبيس الوجه. وقد يكون بضرب أسواط على حسب الجناية وحال الجاني. والمولى يساوي في هذا لأنه من باب التأديب فله قدرة التأديب ولا يوجب نقصانًا في مالية العبد ولا تعييبًا بخلاف الحد.
Pertama, ta’zir adalah mencerca dan menghina yang tidak ada batasannya. Kadang-kadang dengan cara mengurung, kadang-kadang dengan cara menggertak mengangkat suara dan mengkerutkan muka (untuk menunjukkan marah). Kadang-kadang dengan menderanya sesuai dengan kejahatan dan keadaan budak yang berzina. Dalam hal ini tuan mempunyai hak yang sama dengan pemimpin karena termasuk mendidik. Sementara tuan mampu untuk mendidik tanpa mendapatkan aib dalam memperlakukan budak berlawanan dengan had.
والثاني: إن في التعزير ضرورة ليست في الحد لأن أسباب التعزير مما يكثر وجودها فيحتاج المولى إلى أن يعزر مملوكه في كل يوم وفي كل ساعة. وفي الرفع إلى الإمام في كل حين وزمان حرج عظيم على المولى. ففرضت إقامة الحد إلى المولي شرعا. أو صار المولى مأذونًا له في ذلك من جهة الإمام دلالة وصار نائبًا عن الإمام فيه. ولا حرج في الحد لأنه لا يكثر وجوده لانعدام كثرة أسباب وجوبه.
Kedua, didalam hukuman ta’zir terdapat kepentingan yang tidak terdapat di dalam had, karena taʼzir banyak sebabnya maka tuan perlu menta’zir budaknya setiap hari dan setiap saat. lebih dari itu terlalu sukar bagi tuan untuk mengadukan masalahnya kepada pemimpin disetiap saat. Maka menjalankan hukum had diserahkan kepada tuan secara hukum. Atau menunjukkan bahwa tuan diijinkan baginya untuk melakukan hukum had sebagai wakil pemimpin. Dan tidak ada dosa baginya untuk menjalankan hukum had karena tidak banyak terjadi dan tidak banyak sebab yang mewajibkannya.”
وأما الحديث فيحتمل أن يكون خطابًا لقوم معلومين. علم صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ من طريق الوحي أنهم يقيمون الحدود من غير تقصير مثل الأمير والسلطان.
Adapun kedua hadits di atas mengandung pengertian sebagai perintah kepada golongan tertentu. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. mengetahui dengan jalan wahyu bahwa mereka menjalankan hukum had dan tidak meninggalkannya seperti amir dan penguasa.
ويحتمل أن يكون ذلك خطابًا للأئمة في حق عبيدهم والتخصيص للترغيب في إقامة الحد لما أن الأئمة والسلاطين لا يباشرون الإقامة بأنفسهم عادة بل يفوضونها إلى الحكام والمحتسبين. وقد يجيء منهم في ذلك تقصير.
Dan juga mengandung pengertian sebagai perintah bagi para pemimpin dalam hak kewajiban mereka terhadap budak-budak mereka dan pengkhususan berita gembira untuk menjalankan hukum had yang bia- sanya para penguasa tidak melakukan hukum had sendiri akan memberikan taksiran.
ويحتمل الإقامة بطريق التسبب بالسعي لرفع ذلك إلى الإمام بطريق الحسبة وتخصيص المولى للترغيب لهم في الإقامة لاحتمال الميل والتقصير في ذلك ويحتمل أن يكون المراد من الحد المذكور في الحديث التعزير لوجود معنى الحد فيه وهو المنع فلا يصح الاحتجاج بهما مع الاحتمال القائم. اهـ بتصرف.
Dan kadang-kadang mereka meninggalkannya. Dan juga mengandung pengertian melakukan hukum had dengan jalan mencari sebab yaitu dengan mengajukan kepada pemimpin untuk mendapatkan perkiraan, atau sebagai pengkhususan bagi tuan untuk memberikan khabar gembira dalam menjalankan hukum had karena mungkin ada kecenderungan dan meninggalkannya. Dan yang terakhir mengandung pengertian bahwa yang dimaksud had di dalam hadits adalah ta’zir karena taʼzir mengandung arti had yakni pencegahan. Kedua alasan itu tidak sah karena disertai dengan kemungkinan.