الحكمة في نفقة الزوجة
Hikmah Memberi Nafkah Istri
إعلم أن المرأة إذا كانت متزوجة فهي محبوسة بحبس النكاح الذي هو حق من حقوق الزوج وممنوعة بحسب الشرع عن الاكتساب لأجله. وإذا علم ذلك فيكون حبسها عائدًا اليه. من أجل ذلك صارت كفايتها عليه لأنها إذا كانت ممنوعة عن الخروج فلو لم تكن كفايتها عليه لهلكت من الجوع، والدين يأبى ذلك. ويرفضه العقل أيضًا. وقد ورد في البدائع ما يأتي:
Ketika menjadi istri, seorang istri terbelenggu oleh belenggu perkawinan yang merupakan hak dari hak-hak suami. Sementara itu istri dilarang bekerja untuk suami. Kalau begitu wanita itu terkungkung untuk kepentingan suami. Maka dari itu segala kebutuhan istri menjadi tanggung jawab suami. Seandainya saja keperluan istri bukan tanggung jawab suami, niscaya istri akan mati kelaparan. Inilah suatu kenyataan yang diakui oleh agama dan akal. Disebutkan dalam kitab al-Badai”:
وجوب النفقة دلّ عليه الكتاب والسنة والإجماع والمعقول. أما الكتاب فقوله عز وجل :
“Kewajiban suami dalam memberi nafkah istri telah disebutkan dalam al-Quran, sunnah, ijma’ (konsensus ulama), dan akal. Dalil dari al-Quran adalah firman Allah:
﴿ أَسْكُنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنَتُم مِّنْ وُجْدِكُمْ ﴾١
Artinya: “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka”. Al-Thalaq: 6.
أي على قدر ما يجد أحدكم من السعة والمقدرة. والأمر بالإسكان أمر بالإنفاق. وقوله عز وجل: ﴿ وَلَا تُضَآرُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّ ﴾٢ أي لا تضاروهن في الإنفاق عليهن فتضيقوا عليهن النفقة فيخرجن. أو لا تضار وهن في المسكن فتدخلوا عليهن من غير استئذان فتضيقوا عليهن المسكن فيخرجن. وقوله عز وجل :
Berilah nafkah istri sesuai dengan kemampuan dan kelapangan masing- masing. Janganlah kamu menyengsarakan mereka dalam hal memberi infaq Mereka akan lari karena merasa disengsarakan. Janganlah kamu menyengsarakan mereka dalam hal tempat tinggal hingga banyak orang yang masuk rumah tanpa izin. Firman Allah yang lain:
﴿ لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ، وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُسْفِقْ مِمَّآ ءَاتَاهُ للهُ ﴾۳
Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya” Al-Thalaq:7
وقوله : ﴿ وَهُنَّ مِثْلُ الَّذِى عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ﴾٤ قيل هو المهر والنفقة.
Artinya: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” Al-Baqarah: 228.
وأما السنة فقد روي عن رسول صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أنه قال:
Adapun dalilk dari hadits adalah sabda Rasulullah:
«إِتَّقُوا اللهَ فِي النِّسضاءِ فَإِنَّهُنَّ عِنْدَكُمْ عِوَارٌ وَلَا يَمْلِكْنَ لِأَنْفُسِهِنَّ شَيْئًا وَإِنَّمَا أَخَذْ تُمُوْهُنَّ بِأَمَانَةِ اللهِ وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجُهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ لَكُمْ عَلَيْهِنَّ حَقٌّ أَنْ لَّا يُوطِئْنَ فُرْشَكُمْ أَحَدًا. وَلَا يَؤْذَنَّ فِي بُيُوُتِكُمْ لِأَحَدٍ تُكْرِهُوْنَهُ فَإِنْ خِفْتُمْ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجَرُوْهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبْرَحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ كِسْوَتُهُنَّ وَرِزْقُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ. ثُمَّ قَالَ ثَلَاثًا أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ. وفي رواية أخرى ألا هل قد بلغت»
Artinya: “Takulah kamu sekalian kepada Allah terhadap wanita, karena mereka itu bagi kamu sekalian adalah orang-orang cacat yang Tidak memiliki sesuatu. Kalian memiliki mereka dengan amanat Allah dan halal bagi kamu sekalian kemaluan mereka dengan kalimah Allah. Namun engkau mempunyai hak dari mereka agar mereka tidak mengajak tidur seseorang di atas kasurmu dan tidak mengizinkan seseorang yang kamu benci untuk masuk ke rumahmu. Apabila kamu takut mereka akan duhaka maka nasehatilah, tinggalkanlah dari tempat tidur, dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Mereka mempunyai hak atas kamu untuk memperoleh pakaian dan riski dengan baik. Kemudian beliau berkata tiga kali: “Ketahuilah, bukankah telah aku sampaikan”.
ويحتمل أن يكون هذا الحديث تفسيرًا لما أجمل الحق في قوله تعالى:
﴿ وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ﴾
Barangkali hadits ini merupakan tafsiran dari ayat yang disebut terakhir di atas
فكان الحديث مبينًا لما في الكتاب. وروي أن رجلا جاء إلى النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقال: ما حق المرأة على الزوج. فقال صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
Seorang laki-laki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, maka orang itu bertanya: “Apakah hak perempuan dari suaminya?” Rasulullah menjawab:
(يُطْعِمُهَا إِذَا طَعِمَ وَيَكْسُوْهَا إِذَا كَسَي وَأَنْ لَا يُهَاجِرَهَا فِي الْمَبِيْتِ وَلَا يَضْرِبَهَا ضَرْبًا مُبَرَّحًا وَلَا يُقَبِّحَ)
Artinya: “Memberinya makanan ketika makan, memberinya pakaian jika berpakaian, tidak boleh meninggalkannya dalam tempat tinggal, tidak memukulnya dengan pukulan yang tak terelakkan, dan tidak boleh menjelek-jelekkan”.
وقال صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لهند امرأة أبي سفيان:
Rasulullah berkata kepada Hindun, istri Abu Sofyan:
(خُذِي مِنْ مَالِ أَبِي سُفْيَانَ مَا يَكْفِيْكَ وَوَلَدَكَ بِالْمَعْرُوْفِ) ولو لم تكن النفقة واجبة لم يحتمل أن يأذن لها من غير إذنه.
Artinya: “Ambillah harta Abu Sofyan untuk mencukupi kebutuhanmu dan anakmu secara baik”.
وأما الإجماع فلأن الأمة أجمعت على هذا. وأما المعقول فهو أن المرأة محبوسة بحبس النكاح حقًا للزوج ممنوعة عن الاكتساب بحقه فكان نفع حبسها عائدًا إليه. فكانت كفايتها عليه. كقوله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (الخراج بالضمان) ولأنها إذا كانت محبوسة بحبسه ممنوعة عن الخروج للكسب بحقه فلو لم تكن كفايتها عليه لهلكت: اهـ بتصرف.
Adapun dalil secara ijma’ menyebutkan bahwa ummat Islam sepakat tentang kewajiban suami dalam memberi nafkah istri. Kemudian dalil akal menyebutkan bahwa wanita itu terkekang oleh pernikahan yang menjadi hak suami. Dia dilarang untuk bekerja untuk kebutuhannya maka kebutuhannya dilimpahkan kepada suami.