حكمة الحضانة
Hikmah Mengasuh Anak
إعلم أن الحكمة فيها من وجهين:
Hikmah mengasuh anak dilihat dari dua sisi :
الأول. إن وظيفة الرجل في أمر معاشه والمجتمع الإنساني غير وظيفة المرأة. وأن العناية بالطفل تكون من أمه أليق وأوفق لأن تربية الأطفال الأولى وهم في سن الطفولية من خصائص الأم. وهذا أمر مشاهد ومحسوس.
- Tugas laki-laki dalam urusan penghidupan dan masyarakat berbeda dengan tugas wanita. Perhatian seorang ibu terhadap anak lebih tepat dan lebih cocok, karena memelihara anak adalah merupakan keistimewaan ibu.
الثاني: إن الأم أكثر شفقة بابنها من أبيه وأكثر حنانًا عليه منه. لا تدخر وسعًا في الاعتناء بملبسه ومأكله ومشربه وصحته وغير ذلك.
- Seorang ibu itu mempunyai rasa belas kasihan lebih besar terhadap anaknya dibanding ayah. Maka ibu tidak sanggup memperhatikan kebutuhan biaya pakaian, makanan, minuman, kesehatan dan lain-lain. Yang terakhir ini menjadi tanggungan ayah.
والحكمة في أن مدة حضانة الابن سبع سنوات والبنت تسع سنوات أن الابن في هذا السن يكون قد استعد لما يلقى عليه من أبواب العلم وفنون الأدب أو مباشرة تعلم الصنائع وما به قوام أخلاقه وآدابه وتهذيبه وقوام حياته المادية من أبواب الكسب وكل ما به سعادة الدنيا والآخرة.
Adapun hikmah yang terkandung, mengapa mengasuh anak laki-laki sampai berumur 7 tahun dan anak perempuan hingga berusia 9 tahun adalah karena anak laki-laki dalam usia tujuh tahun sudah siap untuk menuntut berbagai ilmu pengetahuan, adab dan pendidikannya, serta kesempurnaan kehidupan materi dan segala yang mengandung kebahagiaan dunia dan akherat.
وأما البنت فإنها تحتاج أولاً إلى المحافظة على حياتها. والأم أكثر قدرًا من الرجل في مثل هذه الحالة. وبعد سن الحضانة يصير الأمر للأب أو من يقوم مقامه. وأيضًا إن أمها في مدة الحضانة تقوم بتعليمها أمور التدبير المنزلي لأن عاقبة أمرها أن تكون زوجًا لبعل وربة منزل. فهي في مدة السنوات التسع تكون قد حفظت وتعلمت من أمها أمر تدبير المنزل.
Sedangkan perempuan lebih membutuhkan pemeliharaan terhadap kehidupannya. Dalam hal ini ibu lebih banyak berperan dibanding ayah. Selama dalam masa asuh, seorang ibu mengajarkan kepada anak perempuannya beberapa cara mengatur rumah tangga karena nanti pada akhirnya anak perempuan itu akan menjadi istri bagi suaminya dan sebagai ibu rumah tangga Selama masa sembilan tahun, anak perempuan memperhatikan dan belajar dari ibunya tentang urusan rumah tangga.
وهي مدة كافية لأن تعرف فيها كل ما يلزم. بل تعرف كيف تربي ابنها بعد الزواج لما تراه من عناية أمها بها وبإخوتها. ثم بعد هذه المدة أبوها أولى بتربيتها التربية الأدبية وتعليمها العلوم الدينية وكل ما يهذب نفسها ويحسن أدبها لتحوز الفضيلتين وتفوز بالنعمتين.
Masa sebanyak itu cukup bagi dia untuk mengetahui apa yang wajib, bahkan mengetahui bagaimana cara mengasuh anak setelah bersuami nanti dengan memperhatikan ibunya mengasuh dia dan saudara-saudaranya. Setelah masa asuh, urusan anak perempuan diserahkan kepada ayah atau orang yang menduduki kedudukan ayah. Setelah masa asuh itu, ayah lebih berhak untuk mendidiknya tentang pendidikan akhlaq serta mengajarkan ilmu-ilmu agama dan segala yang akan mendidik dirinya dan memperbaiki akhlaknya agar bisa mendapatkan keutamaan dan kenikmatan dunia dan akherat.
وهو أيضًا أكثر قدرًا على المحافظة على عفتها لأنها عرضه حتى تصبح زوجًا صالحة وعضدًا قويًا في مساعدة الرجل. وبذلك يتم له الهناء والسعادة الحقيقية. وقد ورد في البدائع ما يأتي:
Ayah lebih mampu dalam memelihara kesucian diri anak gadisnya karena dia adalah kehormatannya sehingga nantinya menjadi seorang istri yang shalihah dan menjadi pembantu utama bagi suaminya. Dengan demikian sempumalah ketenangan dan kebahagiaan hakiki. Disebutkan dalam kitab al-Badai”:
الحضانة تكون للنساء في وقت وتكون للرجال في وقت. والأصل فيها للنساء لأنهن أشفق وأرفق وأهدى إلى تربية الصغار ثم تنصرف إلى الرجال لأنهم على الحماية والصيانة وإقامة مصالح الصغار أقدر. ولكل منهما شروط.
“Mengasuh anak itu menjadi kewajiban kaum wanita pada suatu saat dan kewajiban kaum pria pada saat yang lain. Tetapi asalnya adalah kewajiban bagi kaum wanita. Hal itu karena kaum wanita lebih punya rasa belas kasihan, dan lebih mengetahui cara mendidik anak kecil. Setelah itu lantas berpindah menjadi tanggung jawab kaum pria karena mereka lebih mampu dalam hal melindungi, menjaga dan mencukupi kebutuhan anak. Masing- masing pria dan wanita mempunyai syarat.
أما التي للنساء فمن شرائطها أن تكون المرأة ذات رحم محرم من الصغار فلا حضانة لبنات العم وبنات الخال وبنات العمة وبنات الخالة. لأن مبنى الحضانة على الشفقة. ثم يتقدم فيها الأقرب فالأقرب.
Syarat bagi kaum wanita yaitu: perempuan itu haruslah orang yang mempunyai hubungan muhrim dengan anak, maka tidak ada kewajiban mengasuh bagi anak perempuan paman dan anak perempuan bibi. Mengasuh itu selalu berdasarkan pada rasa kasih sayang, sementara mereka itu kurang mempunyai rasa kasih sayang. Setelah itu yang berhak mengasuh adalah keluarga yang paling dekat kemudian yang paling dekat.
فأحق النساء من ذات الرحم المحرم بالحضانة الأم لأنها الأقرب منها. ثم أم الأم ثم أم الأب. ثم الأخوات. وأولى الأخوات الأخت لأب وأم. ثم الأخت لأم. ثم الأخت لأب.
Namun yang paling berhak dalam mengasuh anak adalah ibu karena dialah yang paling dekat kepada anaknya, kemudian setelah dia adalah nenek dari ibu, nenek dari ayah, lantas saudara-saudara perempuan ibu. Yang paling utama diantara saudari-saudari ibu adalah saudari kandung ibu, lantas saudari ibu seibu, kemudian saudari ibu seayah.
واختلفت الرواية عن أبي حنيفة رضي الله عنه في الأخت لأب مع الخالة أيتهما أولى. روي عنه أن الخالة أولى وهو قول محمد وزفر. وروي عنه أن الأخت لأب أولى.
Ada riwayat berbeda dari Abu Hanifah tentang siapa yang lebih utama untuk mengasuh, mana yang lebih utama; saudari seayah ataukah bibi. Menurut riwayat dia dari perkataan Muhammad dan Zafr, bibi lebih utama. Sedangkan riwayat dia dari yang lain, saudari seayah lebih utama.
وجه الرواية الأولى أن بنت سيدنا حمزة رضي الله عنه لما رأت عليا كرم الله وجهه تمسكت به. وقالت: ابن عمي. فأخذها فاختصم فيها علي وجعفر وزيد بن حارثة رضي الله عنهم. فقال علي كرم الله وجهه: بنت عمي. وقال جعفر: بنت عمي وخالتها عندي.
Riwayat pertama menerangkan bahwa anak perempuan Hamzah Radhiyallahu ‘anhu ketika melihat Ali Radhiyallahu ‘anhu, dia berpegangan pada Ali sambil berkata: “Wahai anak pamanku“. Maka Ali membawanya sehingga antara dia, Ja’far dan Zaid bin Haritsah terjadi perselisihan. Ali berkata: “Dia ini adalah anak perempuan pamanku“. Ja’far berkata: “Anak perempuan pamanku dan bibinya ada padaku”.
وقال زيد بن حارثة: بنت أخي. آخيت بيني وبين حمزة يا رسول الله فقضى رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خالتها. وقال عليه الصلاة والسلام: «الخالة والدة» فقد سمى الخالة والدة فكانت أولى. ووجه الرواية الأخرى ان الاخت لاب بنت الأب.
Zaid bin Haritsah berkata: “Dia anak saudaraku, Engkau telah menjadikan aku dan Hamzah bersaudara wahai Rasulullah“. Maka kemudian Rasulullah menetapkan bahwa anak perempuan itu adalah menjadi asuhan bibinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda: “Bibi adalah orang tua perempuan”. Karena dikatakan bahwa bibi adalah ibu, maka statusnya lebih utama dari pada saudari seayah.
والخالة بنت الجد. فكانت الأخت أقرب فكانت أولى. وبنت الأخت لأب وأم أولى من الخالة لأنها من ولد الأبوين وكذا الأخت لأم لأنها من ولد الام والخالة من ولد الجد. وكذا بنت الأخت لأب أولى من الخالة على الرواية الأخيرة، لأنها من ولد الأب، والخالة من ولد الجد فكانت أولى.
Anak perempuan ayah sedangkan bibi adalah anak perempuan embah, maka dari itu saudari seayah lebih utama dari bibi. Anak perempuan saudari seayah atau seibu lebih utama dari bibi karena dia adalah anak dari kedua orangtua, demikian pula anak perempuan saudari seibu karena dia anak ibu, sedangkan bibi adalah anak embah. Demikian juga anak perempuan saudari seayah lebih utama dari bibi, dalam riwayat yang terakhir ini, karena dia adalah anak ayah sedangkan bibi adalah anak nenek.
وأما على الرواية الأولى فلا شك أن الخالة تتقدم عليها لأنها تتقدم على أمها وهي الأخت لأب. فأولى أن تتقدم على بنتها. وبنات الأخت أولى من بنات الأخ لأن الأخ لا حق له في الحضانة، والأخت لها حق فيها. وأولى الخالات الخالة لأب وأم ثم الخالة لأم، ثم الخالة لأب، ثم العمات. اهـ بتصرف.
Pada riwayat pertama, bibi lebih utama karena dia bisa memelihara saudari perempuan seayah dan lebih utama lagi kalau memelihara anaknya. Anak-anak saudari perempuan lebih utama dari pada anak-anak saudara laki-laki karena saudara laki-laki tidak punya hak mengasuh sedangkan saudari perempuan mempunyai hak untuk itu. Bibi yang paling utama mengasuh adalah bibi seayah dan seibu, lalu bibi seibu, bibi seayah, kemudian bibi-bibi yang lain.