حكمة تحريم المرأة بعد الطلاق الثلاث
Hikmah Larangan Rujuk Setelah Talak Tiga
إعلم أن الشرائع السماوية جاءت متنوعة. كل شريعة تغاير الأخرى لموافقة حال كل أمة وزمانها. ولكن كل الشرائع المنزلة اتفقت على وحدانية الله واتصافه بالصفات القديمة اللائقة به. فجاءت شريعة موسى عليه السلام بإباحة المرأة للرجل بعد الطلاق ما لم تتزوج. فإذا تزوجت حرمت عليه بتاتًا.
Syari’at-syari’at langit datangnya beragam. Setiap syareat merubah syari’at yang lain untuk menyesuaikan kondisi setiap ummat dan zamannya. Akan tetapi seluruh syari’at sepakat dalam pengesaan Allah (wahdaniyatullah) serta adanya sifat-sifat qadim yang pantas bagi-Nya. Syari’at Musa ‘Alaihis Salam memperbolehkan perempuan yang belum nikah untuk dikawin oleh laki-laki setelah talak, tapi kalau sudah nikah, perempuan itu diharamkan mutlak untuknya.
وجاءت شريعة عيسى عليه السلام بالمنع من الطلاق بعد الزواج (على ما يقال عندهم) إلا في بعض أمور يجوز الطلاق فيها. ثم جاءت الشريعة المحمدية وهي أفضل الشرائع وأكملها وأجلها وأقومها لمصالح العباد في أمر معاشهم ومعادهم. إذ أباح لنا الشارع من الطيبات ما لم يجزه لأمة من الأمم الغابرة.
Syari’at Isa ‘Alaihis Salam melarang talak setelah kawin (seperti yang mereka katakan), kecuali dalam beberapa hal. Kemudian datanglah syari’at Muhammad yang merupakan syari’at paling utama, paling lengkap, paling mulia, dan paling lurus untuk maslahat manusia dalam urusan dunia dan akherat. Allah memperbolehkan untuk kita semua, segala yang baik yang tidak diperbolehkan untuk ummat-ummat terdahulu.
ومن ذلك رجوع الزوج إلى بعلها بعد الطلاق. وأفسح لنا في ذلك حتى لا يرهقنا من أمرنا عسرًا. وذلك أن الرجل إذا طلق زوجته إما لغضب دفعه إلى ذلك ولا ذنب لها. وإما لذنب جنته هي أوجب طلاقها فطلقها طلقة واحدة.
Di antara yang diperbolehkan itu adalah kembalinya istri kepada suami setelah talak. Allah memudahkan kita dalam urusan ini hingga kita tidak mengalami kesulitan. Seorang laki-laki ketika mentalak istri, entah karena dorongan emosi atau karena dosa yang dilakukan istri, maka berarti dia telah mentalak istrinya dengan talak satu.
وسواء أكان سبب الطلاق صادرًا منه أو منها فإن افتراقهما فيه تأديب لهما وندم على ما وقع منه أو منها، لأن رابطة الزوجية من أقوى الروابط وأمتن الأمور.
Talak berfungsi untuk perbaikan dan penyesalan atas apa yang telah terjadi antara suami-istri entah sumbernya dari suami atau dari istri, karena ikatan perkawinan merupakan ikatan yang paling kuat.
فإذا ما حصل فراق بين الزوج وبعلها وذاق كلاهما ألم البعد وعناء الفرقة امتنع كل منهما عن فعل ما يوجب غضب الآخر ويوقع بينهما الشقاق والنفور. فإذا عاد الرجل إلى الطلقة الثانية ونزغ الشيطان بينهما كان الندم أشد والأسف أعظم لما يحدث من اختلال حال المعيشة؛ خصوصًا إذا كان لهما ذرية.
Kalau sudah terjadi perpisahan di antara suami-istri dan masing-masing merasakan betapa sakitnya berpisah, maka masing-masing akan menghindar dari hal- hal yang menimbulkan kemarahan dan perpecahan bagi yang lain. Kalau lernyata suami mentalak untuk yang kedua kali, maka penyesalan akan semakin besar karena hancurnya kondisi perekonomian, terutama kalau keduanya sudah mempunyai anak.
ولرحمة الشارع وشفقته على عباده لم يجعل لليأس والقنوط إليهما سبيلاً. كأنه يقول لهما لم يبق لكما إلا الثالثة. فإذا وقع الطلاق ثلاثًا انسدت عليكما الطرق. ولم يبق لكما سبيل إلى الرجوع إلا بعد أن تنكح الزوج بعلًا آخر ويفارقها إما بطلاق أو بخلع أو بموت وتعتد.
Karena rahmat dan kasih sayang terhadap manusia, Allah tidak membikin jalan frustasi bagi suami-istri. Ketika mereka berdua sudah sampai kepada talak kedua, maka seakan-akan Allah berkata: “Yang tinggal bagi kalian sekarang adalah talak ketiga. Kalau talak ketiga sudah terjadi, tidak ada jalan lagi bagimu untuk rujuk (kembali) kecuali setelah istrimu kawin dengan laki-laki lain lantas menceraikannya karena talak, khulu’ atau kematian”.
وهنا تكون الطامة الكبرى والبلية العظمى من عدة وجوه. أعظمها وأشدها إيلامًا بعد الفرقة كون الرجل يرى حليلته بعد هذا الطلاق الثالث يفترشها غيره. والأدهى إذا كان من أعدائه هذا فضلًا عن خراب البيت وتشتت الشمل وما هو معلوم من النزاع والشقاق وغير ذلك من المشاكل والمتاعب التي أنت أعلم بها.
Pada talak ketiga terdapat bencana besar, utamanya karena setelah berpisah, sang suami melihat istrinya dimangsa oleh laki-laki lain, apalagi kalau laki-laki itu musuhnya. Belum lagi kehancuran rumah tangga, hilangnya kekuatan serta timbulnya beberapa problem.
ولما كان الشارع رحيمًا بالعباد وعلم أن النفوس بعد النفرة والشقاق والفراق قد ترجع إلى رشدها وتعود إلى صوابها لم يجعل اليأس قرين الاستحالة والاستمرار إلى انقضاء العمر. بل أحل لهما الرجوع إلى سيرتهما الأولى، ولكن بشرط أن تنكح زوجًا آخر غيره. وشرط أيضًا أن تذوق من عسيلته ويذوق هو من عسيلتها.
Allah sayang kepada manusia dan tahu bahwa jiwa-jiwa itu setelah berpisah dan bertengkar akan bisa kembali mendapat petunjuk dan kebenaran. Maka Dia tidak menjadikan talak tiga sebagai batas mutlak yang tidak mungkin kembali kepada istri untuk selama-lamanya. Akan tetapi Dia masih memperbolehkan untuk rujuk (kembali) asal dengan syarat istri telah kawin dengan laki-laki lain dan telah melakukan hubungan badan dengan laki-laki tersebut (telah duhul).
لما روي عن السيدة عائشة رضي الله عنها أنها قالت: إن رفاعة القرظي طلق امرأته ثلاثًا فتزوجها عبد الر حمن بن الزبير فأتت رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وقالت إن رفاعة طلقني وبتّ طلاقي فتزوجني عبد الرحمن بن الزبير ولم يكن معه إلا مثل هدبة الثوب. فقال رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
Diriwayatkan dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha. dia berkata: “Sesungguhnya Rifa’ah al-Qardzi mentalak istrinya talak tiga lantas istri tersebut di kawin oleh Abdurrahman bin Zubair. Istri tersebut datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sambil mengatakan: “Sesungguhnya Rifa’ah telah menceraikan aku. Aku masih dalam keadaan ditalak hingga Abdurrahman bin Zubair mengawiniku padahal dia tidak memiliki apa-apa kecuali hanya rumbai-rumbai kain (suatu penghinaan kepada Zubair karena tidak cinta)”. Rasulullah berkata:
(أَتُرِيْدِيْنَ أَنْ تَرْجِعِيْ إِلَى رِفَاعَةَ. لَا، حَتَّى تَذُوْقِي مِنْ عُسَيْلَتِهِ وَيَذُوْقَ مِنْ عُسَيْلَتِكِ)
Artinya: “Apakah kamu ingin kembali kepada Rifa’ah ? Tidak, (kamu tidak boleh kembali) sehingga kamu merasakan madunya dan dia merasakan madumu”.
وقد ورد في البدائع ما يأتي:
Diriwayatkan dalam al-Badai”:
إن الحرمة الغليظة إنما ثبتت عقوبة للزوج الأول بما أقدم على الطلاق الثلاث الذي هو مكروه شرعًا زجرًا ومنعًا له عن ذلك. لكن إذا تفكر في رفع حرمتها عليه إلا بزوج آخر الذي تنفر منه الطباع السليمة وتكرهه انزجر عن ذلك.
“Larangan keras terhadap talak tiga sebenarnya sebagai hukuman bagi suami pertama karena dia mengajukan talak tiga yang dibenci. Kalau dia mau berpikir bahwa talak tiga sudah tidak boleh rujuk kecuali setelah di kawin oleh laki-laki lain yang sudah kehilangan tabiat yang baik, maka dia pasti menghindar dan tidak mau melakukan talak tiga tersebut.
ومعلوم أن العقد بنفسه لا تنفر منه الطباع ولا تكرهه. إذ لا يشتد على الرجل بمجرد النكاح ما لم يتصل به الجماع. فكان الدخول شرطًا فيه ليكون زجرًا له عن ارتكابه، فكان الجماع مضمرًا في الآية الكريمة. كأنه قال عزّ وجلّ:
Sebagaimana diketahui bahwa akad nikah sendiri akan kehilangan tabiat yang baik, karena pernikahan saja belum cukup kalau belum disertai dengan jima’ (hubungan badan). Makanya jima’ yang dilakukan oleh suami baru merupakan syarat bagi bolehnya rujuk setelah talak tiga dengan maksud agar tidak mudah melakukan talak tiga. Syarat jima’ dalam al-Quran tidak disebutkan secara lahir tapi disebutkan secara tersembunyi. Seakan-akan Allah berkata:
﴿ حَتَّٰى تَنكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ﴾١ ويجامعها.
“hingga perempuan itu kawin dengan suami lain dan menggaulinya”.
والإنزال ليس بشرط لأن الله تعالى جعل الجماع غاية الحرمة. والجماع في الفرج هو التقاء الختانين. فإذا وجد فقد انتهت الحرمة. اهـ.
هذه هي الحكمة التي جعلها الشارع الحكيم في تحريم المرأة بعد الطلاق الثلاث، وهي حكمة بالغة وتأديب من الله لعباده.
Inzal (keluar mani dalam persetubuhan) bukan menjadi syarat, karena Allah telah menetapkan jima’ sebagai batas larangan, sedangkan jima’ itu artinya bertemunya dua kelamin. Kalau sudah terjadi pertemuan berarti sudah haram meskipun belum inzal.