MENDIRIKAN JUM’AT DI DALAM PENJARA
Pertanyaan :
Bagaimana hukum mendirikan Jum’at di dalam penjara yang berada di luar batas kota, seperti di Sukamiskin. Adapun yang bersembahyang Jum’at ialah para orang hukuman yang berada di penjara itu, yang datang dari berbagai tempat. Sahkah Jum’at itu?
Jawab :
Tidak sah Jum’atnya orang yang dihukum selama hidup menurut Qaul Azhhar, dan pula tidak sah bagi orang-orang yang dihukum terbatas, menurut semua pendapat ulama. Keterangan, dari kitab:
- Mughni al-Muhtaj [1]
(وَلَوْ لاَزَمَ أَهْلُ الْخِيَامِ الصَّحْرَاءَ) أَي مَوْضِعًا مِنْهَا (أَبَدًا) وَلَمْ يَبْلُغْهُمْ النِّدَاءُ مِنْ مَحَلِّ الْجُمْعَةِ (فَلاَ جُمْعَةَ) عَلَيْهِمْ وَلاَ تَصِحُّ مِنْهُمْ (فِي اْلأَظْهَرِ) لِأَنَّهُمْ عَلَى هَيْئَةِ الْمُسْتَوْفِزِيْنَ وَلَيْسَ لَهُمْ أَبْنِيَةُ الْمُسْتَوْطِنِيْنَ.
Seandainya penghuni kemah berdomisili selamanya di padang pasir dan mereka tidak mendengar seruan adzan dari tempat shalat Jum’at, maka mereka tidak wajib shalat Jum’at dan (andaikan shalat Jum’at pun) tidak sah menurut qaul al-azhhar. Karena mereka seperti kalangan nomaden (selalu berpindah-pindah) dan tidak memiliki bangunan tempat tinggal.
[1] Muhammad al-Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ‘ala al-Minhaj, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1424 H/2003 M), Jilid I, h. 382.
Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 143
KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-8
Di Jakarta Pada Tanggal 12 Muharram 1352 H. / 7 Mei 1933 M.