حكمة الخشوع في الصلاة
Hikmah Khusyu’ dalam Shalat
إن النفس الأمارة بالسوء والمطبوعة على الميل إلى الشر كالسائمة الجموح التي لا تنقاد إلا بوسائل الشدة وكبح جماحها حتى تصير سائمة ذلولًا تنقاد إلى حيث يريد صاحبها الذي لا يريد لها إلا كل خير والمرعى الخصيب. فلو عقلت هذه السائمة وفقهت مراد الرعي لانقادت إليه وألقت بين يديه زمامها طائعة خاضعة. ولكن الجموح عادة من عاداتها.
Jiwa yang selalu menyuruh kepada kejelekan, yang cenderung kepada kejahatan, seperti binatang ternak yang brutal yang tidak bisa diatur kecuali dengan kekerasan dan mengekangnya hingga jadi binatang jinak, mengikuti apa yang diinginkan tuannya agar memakan yang baik-baik dan menuju ke padang gembalaan yang subur. Kalau binatang itu berakal dan mengerti kemauan penggembala, niscaya mengikutinya dengan patuh dan tunduk. Na- mun sifat brutal biasanya menjadi kebiasaannya,
فخضوعها هو السبب الوحيد لسعادتها. ولذا كان الخشوع في الصلاة سبب قبولها. وفي قبولها سعادة الإنسان. تلك السعادة الأبدية التي لا تقوّم بثمن ولا يقدر الإنسان على أداء واجب الشكر لمن أنعم عليه. ولكن مع هذا التمثيل نقول.
Tunduknya adalah merupakan sebab utama bagi kebahagiaannya. Maka khusyu’ di dalam shalat juga merupakan penyebab utama diterimanya shalat itu yang membawa kebahagiaan manusia, yaitu kebahagiaan abadi yang tidak bisa dinilai dengan harga, bahkan manusia itu tidak mampu melaksanakan kewajiban bersyukur kepada Dzat yang memberi nikmat. Dengan perumpamaan tersebut bisa kami katakan sebagai berikut:
إن السائمة تخضع للمراعي خضوعًا جسميًا وتنقاد لقوته وبطشه والجموح كامن في نفسها. وأما الخضوع من الإنسان في الصلاة هو أن يكون القلب مطمئنًا صافيًا من كدورات الأغيار متوجهًا بكليته إلى الله عز وجل. ناظرًا بعين قلبه إلى عظمة الخالق وجلاله حتى كأنه يراه بعيني رأسه.
“Ketundukan binatang adalah ketundukan jasmani, tunduk karena kekuatan dan kekerasan sementara sifat brutal masih tersembunyi dalam diri binatang itu. Lain halnya dengan ketundukan manusia dalam shalat, di mana hatinya menjadi tenang dan bersih dari kotoran-kotoran debu, menghadapkan seluruh badan dan jiwanya kepada Allah, melihat dengan mata hatinya kepada keagungan pencipta dan kemuliaan-Nya seakan-akan dia melihat dengan mata kepalanya.
كما ورد في الحديث الشريف الذي رواه عمر بن الخطاب رضي الله عنه الذي أوله:
Seperti yang disebutkan di dalam al-Hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu yang dimulai dengan kata-kata:
(بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ (الْحَدِيْثَ) ومرادنا منه جواب النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لما سأله جبريل عليه السلام عن الإحسان فقال له:
Artinya: “Ketika kami duduk mendengarkan ucapan Rasulullah“. Maksudnya adalah jawaban Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika ditanya oleh Jibril tentang makna ihsan, nabi memberi jawaban:
«أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ».
Artinya: “Engkau menyembah Allah seakan-akan Engkau melihatnya, dan kalau engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu”
ومن هنا تعلم أن الخشوع في الصلاة واستحضار القلب مع سكون الجوارح هو الإيمان الكامل. وإليك بعض ما ورد في الخشوع واطمئنان القلب عند الدخول في الصلاة. يقول الله تعالى:
Dari sini anda tahu bahwa khusyu’ dalam shalat dan menghadirkan hati serta diamnya seluruh organ tubuh adalah merupakan iman yang sempurna. Berikut ini kami sebutkan beberapa dalil tentang khusyu’ dan ketenangan hati ketika masuk shalat:
Dalil al-Quran:
﴿ يَٰأَيُّهَا الْإِنْسَٰنُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَٰى رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَٰقِيهِ اللهِ﴾١
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui- Nya’ Al-Insyiqaq : 6.
وقال جل شأنه: ﴿ وَأَقِمِ الصَّلَٰوةَ لِذِكْرِى﴾٢
Artinya: “Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. Thaha : 14.
وقال : ﴿ وَلَا تَكُن مِّنَ الْغَٰفِلِينَ﴾۳
Artinya: “Janganlah engkau termasuk orang-orang yang lalai” .Al-A’raf: 205.
وَقَالَتْ السَّيِّدَةُ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: كَانَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُنَا وَنُحَدِّثُهُ فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَكَأَنَّهُ لَمْ يَعْرِفْنَا وَلَمْ نَعْرِفْهُ اشْتِغَالًا بِعَظَمَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ: وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا يَنْظُرُ اللهُ إِلٰى صَلَاةٍ لَا يَحْضُرُ الرَّجُلُ فِيْهَا قَلْبَهُ مَعَ بَدَنِهِ»
Dalil al-Hadits:
Artinya: “Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata: “Adalah Nabi berbicara dengan kami, maka ketika datang waktu shalat, seakan-akan beliau tidak mengetahui kami dan kami tidak mengetahui beliau karena masing-masing sibuk dengan keagungan Allah Azza Wajalla”. Nabi bersabda: “Allah tidak melihat kepada suatu shalat kalau orang. yang melakukan shalat itu tidak menghadirkan hati serta badannya dalam shalat”.
وكان سيدنا إبراهيم الخليل إذا قام إلى الصلاة يسمع وجيب قلبه على ميلين. وكان علي بن أبي طالب كرم الله وجهه إذا حضر وقت الصلاة يتزلزل ويتلون وجهه. فقيل له: مالك يا أمير المؤمين؟ فيقول: جاء وقت أمانة عرضها الله على السموات والأرض والجبال فأبين أن يحملنها وأشفقن منها وحملتها.
Nabi Ibrahim apabila mendirikan shalat, debaran hatinya terdengar dari jarak dua mil. Ali bin Abi Thalib, gemetaran dan berubah wajahnya jika datang waktu shalat. Ditanya oleh para shahabat : Ada apa wahai Amirul Mukminin ?” Beliau menjawab: “Telah datang waktu amanat (shalat) yang dahulu pernah ditawarkan kepada langit dan bumi serta gunung-gunung tetapi mereka semuanya menolak untuk mengemban amanat itu dan takut kepadanya, tapi amanat itu kini aku bawa”.
ويروى عن علي بن الحسين رضي الله عنه أنه كان إذا توضأ اصفر لونه. فيقال له: ما هذا الذي يعتريك عند الوضوء؟ فيقول: أتدرون بين يدي من أريد أن أقوم: وكان سعيد التنوخي رضي الله عنه إذا صلى لم تنقطع الدموع عن خديه ولحيته. ورأى رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رجلًا يعبث بلحيته في الصلاة فقال:
Diriwayatkan dari Ali bin al-Husain Radhiyallahu ‘anhu bahwa jika beliau berwudhu, maka menguninglah warna kulitnya. Ditanya. “Apakah yang menimpamu ketika wudlu ?”. Maka beliau menjawab: “Apakah kalian mengerti bahwa di sisiku ada suatu Dzat yang aku ingin berdiri di depan-Nya (untuk melaksanakan shalat)?”. Sayyid al-Tanwakhi Radhiyallahu ‘anhu tidak pemah terputus linangan air matanya dari kedua pipi dan jenggotnya jika sedang shalat. Rasulullah pernah melihat seorang laki-laki memainkan jenggotnya ketika sedang shalat, maka beliau berkata :
«لَوْ خَشِعَ قَلْبُ هٰذَا لَخَشِعَتْ جَوَارِحُهُ»
Artinya: “Jika hati orang ini khusyu’, tentu khusyu’ pula seluruh organ tu buhnya”.
وَيُرْوَى عَنْ حَاتِمٍ الْأَصْمِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ سُئِلَ عَنِ الصَّلَاةِ فَقَالَ: إِذَا حَانَتِ الصَّلَاةُ أَسْبَغْتُ الْوُضُوْءَ وَأٰتَيْتَ الْمَوْضِعَ الَّذِيْ أُرِيْدُ الصَّلَاةَ فِيْهِ فَاقْعُدَ حَتَّى تَجْتَمِعَ جَوَارِحِي
Artinya: “Diriwayatkan dari Hatim al-Ashmi Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ditanya tentang shalat, maka beliau berkata: “Apabila datang waktu shalat aku menyempurnakan wudhu. Aku datang ke tempat di mana aku ingin melakukan shalat. Aku duduk sehingga organ tubuhku bersatu (terpusatkan untuk melaksanakan shalat).
ثُمَّ أَقُوْمُ إِلٰى الصَّلَاةِ وَأَجْعَلُ الْكَعْبَةَ بَيْنَ حَاجِبَيَّ وَالصِّرَاطَ تَحْتَ قَدَمَيَّ وَالْجَنَّةَ عَنْ يَمِيْنِي وَالنَّارِ عَنْ شَمَالِي وَمَلِكَ الْمَوْتِ وَرَائِي وَأَظَنُّهَا آخِرَ صَلَاةٍ ثُمَّ أَقُوْمُ بَيْنَ الرَّجَاءِ وَالْخَوْفِ وَأَكَبِّرُ تَكْبِيْرًا بِتَحْقِيْقٍ وَأَقْرَأُ قِرَاءَةً بِتَرْتِيْلٍ وَأَرْكَعُ رُكُوْعًا بِتَوَاضُعٍ وَأَسْجُدُ سُجُوْدًا بِتَخَشُّعٍ وَأَقْعُدُ عَلَى الْوَرِكِ الْأَيْسَرِ وَأَفْرَشُ ظَهْرَ قَدَمِهَا وَأَنْصَبُ الْقَدَمَ الْيُمْنٰى عَلَى الْاَبْهَامِ وَأَتْبَعَهَا الْإِخْلَاصَ ثُمَّ لَا أَدْرِيْ أَقُبِلَتْ مِنِّي أَمْ لَا.
Lantas aku berdiri untuk memulai shalat. Aku jadikan Ka’bah seolah-olah berada di antara kedua alisku, jalan yang lurus di bawah kakiku, surga di belah kanan tanganku, neraka di sebelah kiriku, dan malaikat maut di belakangku. Aku menganggap shalat ini adalah shalatku yang terakhir. Aku kemudian berdiri dengan penuh harap dan takut, Lantas aku bertakbir dengan tepat, membaca bacaan dengan tartil, ruku dengan tenang, sujud dengan khusyu’ duduk tawaruk dan duduk iftirasy, aku menegakkan kaki kanan di atas ibu jari kaki, aku ikuti dengan ikhlas, kemudian aku tidak tahu shalatku diterima atau tidak.
وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: رَكْعَتَانِ مُقْتَصِدَتَانِ فِي تَفْكِيْرٍ خَيْرٌ مِنْ قِيَامِ لَيْلَةٍ وَالْقَلْبُ سَاهٍ.
Artinya: “Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata: Dua rakaat yang sederhana diikuti dengan pemikiran (khusyu’) lebih baik dari pada shalat malam sedangkan hatinya lupa (lalai)”.
هذه هي الحكم في الخشوع عند أداء هذه الفريضة التي هي مفتاح باب الرحمة والسعادة الأبدية. جعلنا الله وإياك من أهل الخشوع لعزته والخضوع لعظمته. ومن أهل جنته.
Inilah beberapa hikmah khusyu’ dalam melaksanakan shalat yang merupakan pintu rahmat dan kebahagiaan abadi. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang khusyu’ kepada kemuliaan-Nya dan tunduk kepada keagungan-Nya serta termasuk penghuni surga-Nya.