LADUNI.ID, Jakarta – Tulisan ini adalah kelanjutan isi dari kitab Syajaratul Ma’arif: Tangga Menuju Ihsan karya Syaikh Al-‘Izz bin Abdus Salam. Pada tulisan kali ini, membahas tentang kelanjutan bab 5 tentang “Perintah-Perintah yang Bersifat Bathin” yang dijelaskan dalam beberapa tema. Selamat membaca.
***
Tentang Iman Kepada Allah dan Kafir Kepada Thaghut
Allah SWT berfirman,
فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا ۗ
“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul ta yang amat kuat.” (Al-Baqarah: 256).
Keimanan itu menjadi mulia karena yang diimaninya. Sedangkan iman kepada Allah adalah puncak segala keimanan.
Iman kepada Rasul-rasul dan Kitab Allah
Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.” (An-Nisaa‘: 136).
Iman Kepada Qadar
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuaty menurut ukuran.” (Al-Qamar: 49).
Rasulullah menjadikan iman kepada Qadar sebagai salah satu keimanan yang penuh, yang baik atau yang buruk yang manis ataupun yang pahit.
Kokohnya Iman
Allah SWT berfirman, “Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka.” (Al-Mujadilah: 22).
Keimanan itu akan kokoh mengakar dengan melihat sebab-sebab dan dalil-dalilnya dan dengan senantiasa komitmen dengan ketaatan dan semua bentuk pendekatan diri kepada Tuhan.
Mahabbatullah (Cinta Allah)
Allah SWT berfirman, “Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165).
Allah SWT berfirman, “Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya.” (Al-Maa‘ idah: 54).
Allah SWT berfirman, “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi.” (Ali-Imran: 31).
Rasulullah SAW bersabda yang artinya sebagai berikut:
“Tiga perkara di mana barangsiapa yang berada di dalamnya dia akan mendapatkan lezatnya iman: Hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih dia cinta dari selain keduanya.” (HR. Al-Bukhari 16, Musli 43 dari Anas bin Malik ra.).
Mahabbatullah merupakan wasilah yang membuat seorang hamba memperlakukan Allah SWT sebagaimana seorang kekasih memperlakukan kekasihnya; dalam hal bersegera melakukan ketaatan pada-Nya, bersegera dalam melakukan semua yang membuatnya Dia ridha dan menjauhi semua yang menjadikannya Dia murka dan senantiasa menjaga diri dari semua kemurkaan-Nya, senantiasa hati-hati dalam mencapai ridha-Nya yang disertai dengan tangis, kekhawatiran, kerinduan, melek dan lain-lain yang merupakan dampak dari rasa mahabbah.
Hendaknya dampak cintanya jauh lebih agung dan lebih kuat dari cinta pada selain-Nya dan tidak menyamakan dengan cinta pada selain Dia. Sebagaimana Mahbub (Yang Dicintai) tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(*)
***
*) Nb. Redaksi: Untuk memahami kitab Syajaratul Ma’arif diperlukan seorang guru agar mampu memahami isi secara utuh dan komprehensif tentang Ilmu Ketauhidan kaitannya dengan praktik Syariat. Wallahu a’lam bisshawab.
_____________________________
Sumber: Syaikh Al-‘Izz bin Abdus Salam. Syajaratul Ma’arif: Tangga Menuju Ihsan, penj. Samson Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2020.