LADUNI.ID, Jakarta – Beban-beban syariat (taklif) tidaklah berhubungan kecuali dengan perbuatan-perbuatan yang diusahakan dengan sendirinya ataupun dengan sebab-sebabnya.
Dan apa yang tercakup dalam hati ada dua:
1. Yang tidak diusahakan (ghairu maktasab), dan tidaklah berhubungan dengan taklif dan sanksi kecuali dengan dampak-dampaknya. Dan itu bermacam-macam:
- Akal, dan beberapa ilmu yang dicapai dengan indera, dan hal-hal yang tidak dicapai dengan prasangka, syakwasangka dan wahm, dan ma’rifah ilhamiyah, serta penyingkapan terhadap yang ghaib.
- Setiap sifat yang secara alami bersifat terpuji dan memiliki dampak yang terpuji; seperti kasih sayang, malu, cemburu, dan murah hati.
- Setiap sifat yang secara alami bersifat tercela dan memiliki dampak terhina; seperti pengecut, kikir, keras kepala dan apatis.
- Setiap sifat alami yang dipuji dan dicela karena sebab dan dampaknya; seperti marah, jika ini dilakukan karena Allah maka sebab dan dampaknya dipuji, namun jika dilakukan karena setan maka dia dicela sebab dan dampaknya.
2. Adalah Perbuatan-perbuatan yang bisa diusahakan. Yang demikian ini ada dua:
- Ghalib (sering terjadi) dan sulit untuk dihindari; seperti waswas dan bisikan jiwa. Maka yang demikian ini diampuni karena sangat sulit untuk dihindari. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mengampuni atas umat ini apa yang menjadi bisikan jiwanya selama dia tidak bicara dan tidak melakukan.” (HR. Al-Bukhari 5269, Muslim 127 dari Abu Hurairah r.a.).
- Yang tidak seperti di atas, seperti pengetahuan, keyakinan, prasangka, rasa takut, harapan, cinta, mahabah, sabar, panik, gembira, sedih, kekafiran, keimanan, khudhw. Khusyu’, tawadhu’, tadzallul, benci, kemauan, lalai, bodoh, lupa, benci, tidak suka, hormat, tafakkur, tadzakkur, tawakkul, dan hal-hal lain yang serupa dengannya berupa amalan hati yang bisa diusahakan, dan itu terbagi dua:
Pertama: Sarana-sarana, seperti pandangan dan _pentadaburan yang menyampaikan pada ilmu pengetahuan, juga seperti takut yang mengantarkan pada takwa.
Kedua: Maksud-maksud, yang dalam hal ini ada dua:
Pertama: Yang tidak ada sarana di dalamnya, seperti ikhlas yang di dalamnya ada taqarrub.
Kedua: Yang merupakan tujuan dan sarana sekaligus. Seperti ilmu pengetahuan yang merupakan seutama-utama maksud walaupun pada saat yang sama dia juga sebagai sarana untuk ketaatan, keseganan, mahabbah. Sesungguhnya keduanya adalah dua hal yang dituju dan sebagai dua sarana untuk ketaatan orang-orang yang mencinta dan orang-orang yang segan.
Di antara pekerjaan-pekerjaan hati ada yang berupa sarana pada kebajikan (ihsan) yang terbatas dan yang luas, dan ada juga sarana kepada kejahatan yang terbatas dan yang luas. Seperti keinginan untuk memberikan manfaat pada manusia, dia adalah sarana pada kebajikan.
Maka, kami akan sebutkan di sini satu bab tentang hal-hal yang berhubungan dengan hati serta ragamnya.(*)
***
___________________________
Sumber: Syaikh Al-‘Izz bin Abdus Salam. Syajaratul Ma’arif Tangga Menuju Ihsan, penj. Samson Rahman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2020.