LADUNI.ID, Jakarta – Imam Ghazali bercerita, ada seorang Nabi di jaman dulu yang diberi tugas hanya untuk beribadah saja di satu gunung. Dari gunung itu, dia melihat satu peristiwa yang mengherankan.
Ada seorang prajurit yang kebetulan istirahat di satu mata air di gunung itu, ia tanggalkan semua barang bawaannya dan pergi untuk minum mata air itu. Karena sedang menikmati segarnya air itu, ia lengah kalo dia tadi sedang membawa kantong berisi 1.000 dinar. Lalu ada seorang pencuri mengambil kesempatan kelengahan prajurit itu. Dia ambil semua barang bawaan si prajurit termasuk kantong dinar itu, lalu segera pergi.
Tak lama kemudian, datang seorang faqir yang membawa gembolan berisi kayu bakar dan beristirahat di situ juga. Datang pula prajurit yang minum air tadi ke tempat yang sama, setelah puas menikmati segarnya mata air. Prajurit itu kaget, ia tidak menemukan barang bawaan plus kantong dinarnya, malah nemu seorang faqir yang sedang istirahat di situ. Tidak lama, si faqir itu pun diinterogasi dan digeledah oleh prajurit. Karena kesal barang bawaan plus kantong dinarnya hilang, prajurit itupun membunuh si faqir yang malang itu.
Nabi yang dari tadi melihat peristiwa itu terkejut. Lalu dia bertanya pada Tuhannya, “Duh Gusti, peristiwa apa yang kulihat ini? Yang mencuri kantong dinar itu orang lain, mengapa si faqir itu yang malah terbunuh?”
Gusti Allah pun berfirman, “Sudahlah, kamu sibukkan diri beribadah kepada-Ku saja! Kamu tidak usah punya keinginan untuk selalu mempertanyakan pada apa yang kamu lihat! Orang faqir itu telah membunuh ayah si prajurit itu, maka dia dibunuh sebagai hukuman dari-Ku. Sedangkan ayah prajurit itu pernah mencuri 1.000 dinar dari harta ayah si pencuri kantong dinar itu, maka si pencuri itu telah mengambil bagian warisannya,”
Dari cerita ini, Imam Ghazali menerangkan bahwa di tiap realita, ada 4 cabang makrifat yang harus benar-benar dipahami oleh orang yang ingin ridha pada takdir Gusti Allah:
- Memahami untuk ridha pada apapun realita pemberian dari Gusti Allah, entah itu baik atau buruk, dan hikmah di baliknya.
- Memahami adanya satu alasan di balik banyak peristiwa yang tampak terjadi.
- Memahami adanya qadha’ yang dikehendaki keberadaannya oleh Gusti Allah yang bisa tetap atau bisa berubah sekejap mata sekehendak-Nya.
- Memahami adanya qodar yang merupakan jalannya satu atau banyak peristiwa yang jadi latar belakang terwujudnya qadha’.
Kita perlu memahami hal itu semua dan menerimanya dengan pasrah sepenuh hati dan penuh prasangka baik. Yaitu memunculkan keyakinan bahwa tidak ada yang lebih baik dan lebih pantas dari realita yang sudah jadi kehendak-Nya itu. Sehingga bisa muncul ridha pada diri kita.
Misalkan kita sudah mengupayakan suatu hal yang benar untuk dilakukan demi satu tujuan baik, misal sudah kerja keras dengan cara halal untuk nafkah, namun belum mendapat hasil maksimal yang diinginkan. Kita boleh saja kecewa, namun harus cepat sadar bahwa selalu ada batas-batas yang tidak bisa kita jangkau sekeras apapun usaha kita.
Batasan inilah yang harus kita terima sebagai realita (qodho’) dari Gusti Allah dan cari hikmah keberadaannya bagi kita. Sehingga kita bisa tenang dan senang dalam berpikir agar terus bisa menyusun strategi, berinovasi, berinisiatif dan progressif dalam menghadapi realita tersebut.
Mugi manfaat.
***
Penulis: Fahmi Ali N H
Editor: Muhammad Mihrob