LADUNI.ID, Jakarta – Al-Hikam, kitab karangan seorang sufi besar Syeikh Ibnu ‘Athoillah ini sangatlah terkenal bagi umat Islam. Kitab ini membahas tasawwuf atau kerohanian dalam beragama, guna menjalankan hati dalam penghambaan.
Di Indonesia, hampir seluruh kiai khususnya aswaja memberikan kajian kitab ini kepada santri-santrinya. Mengingat isi kalam-kalam hikmah kitab ini begitu dalam yang mampu menghipnotis kerohanian pembacanya untuk lebih berma’rifat kepada Allah.
Tapi rupanya tidak bagi Kiai Abdussalam (Mbah Salam) Kajen Pati. Setiap ada orang mengaji kitab al-Hikam justru dilarang. Dan bukan hanya basa basi, siapa yang tak diizinkan Mbah Salam ternyata setiap melihat isi kitab Al-Hikam malah kebingungan. Putranya yang bernama Al-Allamah Mbah Mahfudz, dan juga ayah Kiai Sahal Mahfudz, pun tak luput mengalami demikian, karena beliau juga tidak diizinkan oleh Mbah Salam.
Mungkin cara pandang tentang thariqah beliau, seperti pandangan Imam Malik dan beliau menjabarkan:
“ilmu Thoriqoh kui dak usah ti ji, angger mu’takade sah lajeng ngamal coro syariat InsyaAllah inkisyaf, dugi mriku piyambak.” (“ilmu Thoriqoh itu tidak perlu dipelajari, asal i’tiqodnya benar dan beramal secara syariat, insyaAllah akan kasyaf sampai sendiri”).
Mungkin tampak aneh, karena akhirnya putra Mbah Salam sendiri yakni Mbah Abdullah Salam begitu menguasai dalam mengkaji kitab Al-Hikam. Dan ternyata hal tersebut atas izin Sang Wali Pasuruan, Kiai Hamid. Sampai-sampai KH. Muhammadun Pondowan Tayu menegaskan:
“Jika saja Mbah Abdullah Salam belum mendapatkan izin dari Kiai Hamid Pasuruan untuk mengaji Al-Hikam, Mbah Salam ayahnya yang di dalam kubur akan menemui Mbah Abdullah dan tetap tidak mengizinkan. Tapi kalah dengan keromah Mbah Hamid”.
*) Oleh: Imam Mahmudi