Shalat Dhuha dengan Berjamaah
Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya shalat Dhuha dengan berjamaah untuk memperingati kelahiran salah satu pembesar pemerintah atau perkawinan. Apakah perbuatan demikian itu hukumnya boleh (jaiz)?, Ataukah haram?.
Jawab :
Hukumnya berjamaah yang diperuntukkan keperluan tersebut itu haram, karena dapat menimbulkan pelanggaran agama, seperti sangkaan orang banyak, bahwa jamaah itu, menurut perintah agama, pula tidak mendapat pahala.
Keterangan, dari kitab:
- Bughyah al-Mustarsyidin [1]
(مَسْأَلَةُ ب ك) تُبَاحُ الْجَمَاعَةُ فِي نَحْوِ الْوِتْرِ وَالتَّسْبِيْحِ فَلاَ كَرَاهَةَ فِيْ ذَلِكَ وَلاَ ثَوَابَ إِلَى أَنْ قَالَ: إِذَا لَمْ تَقْتَرِنْ بِذَلِكَ مَحْذُوْرٌ كَنَحْوِ إِيْذَاءٍ وَاعْتِقَادِ الْعَامَّةِ مَشْرُوْعِيَّةِ الْجَمَاعَةِ وَإِلاَّ فَلاَ ثَوَابَ بَلْ يَحْرُمُ وَيُمْنَعُ مِنْهَا.
Diperbolehkan berjamaah misalnya pada shalat witir dan tasbih. Dalam hal ini tidak dimakruhkan namun juga tidak berpahala … jika tidak disertai dengan sesuatu yang dikhawatirkan seperti adanya gangguan atau timbulnya keyakinan di kalangan umum tentang disyariatkannya jamaah tersebut. Jika tidak disertai hal tersebut, maka tidak berpahala dan bahkan haram dan harus dilarang.
[1] Abdurrahman Ba’alawi, Bughyah al-Mustarsyidin, (Mesir: Musthafa al-Halabi, 1371 H/1952 M)), h. 67.
Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 215 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-13 Di Menes Banten Pada Tanggal 13 Rabiuts Tsani 1357 H. / 12 Juli 1938 M.