حكمة صلة الرحم
Hikmah Sillaturrahim
رحم الإنسان اقاربه. وإنه وإن كان معروفًا بداهة أن الإنسان ميال بطبعه إلى ذوي رحمة، وإن العطف والإحسان إليهم أمر لا يختلف فيه اثنان.
Manusia berbelas kasih kepada kerabatnya. Secara logis dan baik manusia itu menurut fitrahnya cenderung kepada keluarga dekatnya. Berbuat baik dan belas kasih kepada mereka adalah dua hal yang tidak berbeda.
إلَّا أن مبلغ ما تعلمه الناس وتأني به من الأدلة على مواساتهم هو لأجل لحمة القرابة فقط وهذا أمر حاصل حتى في الحيوان فإن الحنو فيه أمر طبيعي حتى إنك إذا أسأت إلى هرة في أولادها دافعت عنها بما لديها من السلاح وهو مخالبها. وتس على ذلك سائر أفراد أنواع الحيوان.
Hanya saja kadar yang dipelajari manusia dan bukti-bukti akan kasih sayang mereka adalah karena kedekatan hubungan darah saja. Hal semacam ini ada. lah sesuatu yang harus terjadi sampai pada hewan sekalipun. Kecenderungan itu sesuatu yang sifatnya natural atau alami. Sampai apabila anda mengganggu anak kucing tentu induknya melawan dan mempertahankan dengan taring dan kuku cakar yang menjadi senjatanya. Demikian pula pada hewan-hewan yang lain.
ولكن الحكمة التي من أجلها حض لشارع الحكيم على صلة الرحم تناولت هذا السبب وأسبابًا أخرى قد تخفى على كثير من الناس ولبيانها نقول:
Akan tetapi hikmah dari Allah Yang Maha Bijaksana menganjurkan sillaturrahim itu karena sebab-sebab lain yang kadang-kadang tidak diketahui oleh manusia. Kita mencoba menjelaskan masalah itu sebagai berikut.
إن أقارب الإنسان هم عدته النائبات وإليهم يفزع إذا أصيب بأي مكروه. فهم الذلك أولى الناس بأن يصل إليهم خيره ويوجه نحوهم عنايته.
Kerabat manusia jika tertimpa oleh musibah apa saja, ia akan takut dan kaget. Maka suatu hal yang utama bagi manusia jika kebaikannya sampai kepada mereka dan mencurahkan perhatiannya kepada mereka pula.
ومنها أن الإنسان إذا كان غنيًا ووجد من أقاربه من عضه الزمن وأوقعه الفقر ولم يواسه بماله كان عرضة للذم والنقد والصاق تهمة البخل الذي هو أكبر عيب وأقبح خصلة.
Di antara keutamaan-keutamaan itu ialah: Pertama, jika orang itu kaya dan mendapatkan kerabatnya dalam keadaan kesusahan dan miskin, sementara ia tidak menolong dengan hartanya, maka ia mendapatkan cacian, keritik dan tuduhan bakhil yang merupakan aib terbesar dan sikap yang paling buruk.
ومنها أن الإنسان إذا غنيًا أيضًا وله أقارب فقراء ولم يعطف عليهم تولدت في نفوسهم العداوة والبغضاء والحقد عليه. وربما أفضى ذلك إلى إيصال الأذى منهم إليه. فإذا ما عطف عليهم زادت محبتهم له وكانوا له أكبر عضد من الأعوان.
Kedua, jika manusia itu kaya dan mempunyai kerabat miskin, sementara ia tidak mengasihi mereka, maka di dalam hati mereka tumbuh rasa permusuhan, kebencian, dan kedengkian kepadanya. Boleh jadi mereka menyakitinya. Akan tetapi jika ia menyayangi mereka, maka rasa cinta mereka kepadanya bertambah dan mereka menjadi kawan pendukung yang paling besar.
ومنها أن المظاهر التي يظهر بها الإنسان في الناس من عزة الجانب ورفعة الجاه أكبرها مظهرًا اعتزازه بأقاربه والافتخار بهم. من أجل ذلك كان أقارب الإنسان أولى بالإحسان والعطف.
Ketiga, Fenomena dan penampilan terbesar bagi seseorang di kalangan manusia dari segi kebesaran dan kehormatan adalah adanya rasa bangga dan dukungan dari kerabatnya. Oleh karena itu berbuat baik dan kasih sayang kepada kerabat menjadi suatu perbuatan utama bagi manusia.
واعلم أن مواساة الأقارب جامعة لكل ما فيه منفعة حتى بالتزاور والعيادة إذا مرضوا. وهناك بعض ما ورد من الآيات القرانبة الشريفة الحض على مواساة ذوي الأرحام في والإحسان إليهم. قال الله تعالى وهو أصدق القائلين:
Ketahuilah bahwa berbuat baik kepada kerabat yaitu segala sesuatu yang mendatangkan manfaat, termasuk di dalamnya berziarah dan berkunjung jika mereka menderita sakit. Berikut beberapa ayat Al Qur’an yang menganjurkan untuk berbuat baik kepada kerabat atau keluarga dekat. Allah Ta’ala berfirman:
﴿ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿ ٧٥﴾١
Artinya: “Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (dari pada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (Al Anfaal: 75).
وقال أيضا : ﴿ يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ﴿ ١﴾٢
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) namaNya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan sillaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (An Nisaa: 1).
وقال عز وجل : ﴿ الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ ﴿ ٢٧﴾١
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi”, (Al Baqarah:27).
Selanjutnya Allah berfirman:
وقال تعالى: ﴿ الَّذِينَ يُوفُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَلَا يَنْقُضُونَ الْمِيثَاقَ ﴿ ٢٠﴾ وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ وَيَخَافُونَ سُوءَ الْحِسَابِ ﴿ ٢١﴾
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.
وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ ﴿ ٢٢﴾ جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۖ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ ﴿ ٢٣﴾
Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (yaitu) surga ´Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu;
سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ ﴿ ٢٤﴾ وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۙ أُولَٰئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ ﴿ ٢٥﴾٢ صدق الله العظيم.
(sambil mengucapkan): “Salamun ´alaikum bima shabartum”. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). (Ar Ra’d: 20-25).