Mendirikan Jum’at yang Lebih dari yang Dibutuhkan
Pertanyaan :
Bagaimana pendapat Muktamar tentang Jum’at yang lebih dari satu dalam tempat yang tidak memerlukan Jum’at lebih dari satu, padahal tidak dapat diketahui mana yang dahulu, dan para yang berjum’at sebenarnya bermazhab Syafi’i, maka bagaimana hukumnya beberapa Jum’at itu?.
Jawab :
Tidak sah beberapa Jum’at tersebut, dan wajib mengulangi shalat Jum’at dalam tempat yang tidak boleh lebih dari Jum’at yang diperlukan. Adapun mendirikan Jum’at yang lebih dari pada yang diperlukan itu hukumnya berdosa bagi orang yang mendirikan.
Keterangan, dalam kitab:
- I’anah al-Thalibin [1]
الْحَالَةُ الثَّالِثَةُ أَنْ يَشُكَّ فِي السَّبْقِ وَالْمَعِيَّةِ فَيَجِبُ عَلَيْهِمْ أَنْ يَجْتَمِعُوْا وَيُعِيْدُوْهَا عِنْدَ اتِّسَاعِ الْوَقْتِ … فَإِنْ كَانَ الْمُتَعَدِّدُ زَائِدًا عَلَى الْحَاجَةِ فَتَصِحُّ السَّابِقَاتُ إِلَى أَنْ تَنْتَهِى الْحَاجَةُ ثُمَّ تَبْطُلُ الزَّائِدَاتُ وَمَنْ شَكَّ أَنَّهُ مِنَ اْلأَوَّلِيْنَ أَوْ مِنَ اْلأَخِرِيْنَ أَوْ فِيْ أَنَّ التَّعَدُّدَ لِحَاجَةٍ أَوْ لاَ، لَزِمَتْهُ إِعَادَةُ الْجُمْعَةِ
Masalah yang ketiga adalah, jika sulit dalam mendahulukan shalat dan mengadakannya secara serentak, maka mereka (para jamaah) harus berkumpul dan sama-sama mengulangi shalat jika waktu memang masih cukup.… Apabila (shalat Jum’at) yang banyak itu melebihi kebutuhan, maka shalat yang lebih dahululah yang sah, sampai kebutuhan yang dimaksud habis, dan sisanya batal. Barangsiapa ragu-ragu apakah termasuk shalat yang pertama atau yang terakhir atau apakah Jum’atan yang banyak itu karena adanya kebutuhan atau tidak, maka ia harus mengulangi shalat Jum’at.
- Al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah [2]
يَجِبُ أَهْلَ البَلَدِالْمُقَلِّدِيْنَ لِلشَّافِعِيِّ اْلإِجْتِمَاعُ لِلْجُمْعَةِ فِيْ مَحَلٍّ وَاحِدٍ مِنَ الْبُلْدَانِ إِنْ أَمْكَنَ، وَمَتَى خَالَفُوْا ذَلِكَ صَلُّوْا صَلاَةً فَاسِدَةً آثِمُوْا وَفَسَقُوْا وَرُدَّتْ شَهَادَتُهُمْ.
Bagi mereka yang mengikuti pendapat mazhab Syafi’i, mereka wajib berkumpul untuk melakukan shalat Jum’at di satu tempat di negeri yang bersangkutan jika memang memungkinkan. Jika mereka melanggar ketentuan tersebut (mengadakan shalat Jum’at lebih dari satu kali), maka mereka berarti telah melaksanakan shalat yang rusak, dan mereka pun berdosa serta menjadi fasik, dan kesaksian mereka ditolak.
[1] Al-Bakri Muhammad Syatha al-Dimyathi, I’anah al-Thalibin, (Semarang: Maktabah ‘Alawiyah, t. th.), Jilid II, h. 63.
[2] Ibn Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra, (Beirut: Dar al-Fikr, 1493 H/1984 M), Jilid I, h. 251.
Sumber: Ahkamul Fuqaha no. 212 KEPUTUSAN MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA KE-12 Di Malang Pada Tanggal 12 Rabiul Tsani 1356 H. / 25 Maret 1937 M.