حكمة صرف الفييء
Hikmah Pembagian Al Fai’
الفييء: هو المال الذي يحصل عليه المسلمون بلا قتال. وله تقسيم مخصوص في الصرف. وهذا التقسيم له حكم بالغة.
Al Fai’ ialah harta yang diperoleh orang-orang Islam tanpa melalui peperangan. Di dalamnya terdapat cara pembagian tersendiri. Pembagian ini mempunyai hikmah yang nyata.
إذا عرفها ووقف على حقيقتها الذين يتخرصون ويقولون أن الرسول طالب دنيا وثروة له ولذوي قرباه لما تخرصوا وقالوا الإفك والبهتان. وها نحن نبين لك بقدر الإمكان هذه الحكم الباهرة وعلى الله قصد السبيل. قال الله تعالى:
Jika orang-orang yang berdusta mengetahui hikmah pembagian fai’ dan memahami hakekatnya, kemudian sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa Nabi mencari keduniaan agar menjadi kekayaan baginya dan bagi keluarganya. Niscaya mereka tidak akan bermulut besar dan mengatakan bahwa ungkapan itu adalah “Berita bohong dan dusta“. Berikut ini akan kita terangkan hikmah pembagian fai’ sesuai dengan kemampuan dan hanya kepada Allah kita kembali. Allah Ta’ala berfirman:
﴿ مَّآ أَفَاءَ اللهُ عَلَى رَسُولِه،ِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَٰمَىٰ وَالْمَسَٰكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ﴾٢
Artinya: “Apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada RasulNya yang berasal dari penduduk kota-kota adalah untuk Allah, untuk Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim,orang-orang miskin, dan orang-orang yang dalam perjalanan.” (Al Hasyr : 7).
ولصرفه تقسيمان . الأول: في عهد رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ والثاني: بعد انتقاله فالتقسيم الذي كان في عهد رسول الله هو أن الفييء يقسم إلى خمسة أسهم: أربعة منها إلى الله والرسول. والخامس يقسم إلى خمسة أسهم سهم منها للرسول أيضًا والباقي لمن ذكروا في الآية السابقة
Pembagian Al Fai’ ada dua macam. Pertama pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan kedua sesudah meninggalnya. Adapun Al Fai‘ pada zaman Rasulullah dibagi menjadi lima bagian. Empat bagian untuk Allah dan Rasul-Nya dan satu bagian sisanya dibagi menjadi lima bagian lagi, kemudian yang satu bagian untuk Rasul pula. Sisa yang empat bagian untuk orang-orang yang disebutkan di dalam ayat yang telah lalu.
والحكمة في ذلك أن الرسول صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هو الإمام الذي يتصرف في شؤون المسلمين على مقتضى ما تستلزمه مصالحهم. وليس لأحد غيره هذا الحق فهو يأخذ هذه الأسهم لنفسه لهذه الغاية.
Cara pembagian yang demikian karena mengandung hikmah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pemimpin yang menangani urusan kaum muslimin sesuai dengan kemaslahatan mereka. Tidak ada seorangpun yang mempunyai hak dan wewenang seperti beliau ini. Ia mengambil bagian untuk dirinya dengan maksud tersebut.
وإلَّا فإنه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كان أزهد الناس في الدنيا. وكيف يطمع فيها من كان يبيت الليلة والليلتين طاويًا زاهدًا في الدنيا.
Jika tidak demikianpun Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling zuhud di dunia. Lantas bagaimana dikatakan bahwa beliau tamak kepada harta, sementara beliau satu atau dua malam meninggalkan keduniaan.
وهناك حكمة أخرى. وهي إظهار عدل الإمام في صرف أموال المسلمين حتى لا يرمى بالظلم. وقد ظهر عدله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بأجمل المظاهر وأعدلها وأقومها. إذ كان يعطي اليتامى والمساكين من أسهمه الخاصة له ولا يدع أمرًا من أمور المسلمين إلَّا وجه إليه العناية الشاملة للعدل الكامل.
Adapun hikmah yang lain, adalah untuk menunjukkan keadilan pemimpin dalam memanfaatkan harta muslimin sehingga tidak dituduh berbuat zalim. Keadilan beliau telah nampak dengan sebaik-baiknya, seadil-adilnya dan selurus-lurusnya. Karena beliau memberikan kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin dari bagian beliau sendiri dan tidak meninggalkan urusan kaum muslimin melainkan memperhatikan dengan penuh keadilan.
ومن أجل ذلك قرر الشارع الحكيم أن ما كان يأخذه الرسول لنفسه يصرف بعد انتقاله في مصالح المسلمين من إعداد الجيوش وتحصين الثغور وكل ما يرهب الأعداء. وكذلك تطهير الأنهار والترع ومصارف المياه وإقامة الجسور وكل ما من شأنه إنماء الزرع وإصلاح الأرض.
Untuk itu Allah Yang Maha Bijaksana menetapkan bahwa bagian yang diambil oleh Rasul untuk diri pribadinya dimanfaatkan sesudah wafatnya untuk kepentingan kaum muslimin dalam rangka mempersiapkan tentara, membangun benteng pertahanan, dan segala sesuatu yang membuat musuh menjadi takut. Demikian pula untuk membersihkan sungai, parit, pengairan, membangun jembatan, dan segala sarana untuk mengembangkan pertanian dan pengolahan tanah.
وكذا تعيين الخطباء والوعاظ ورجال العلم والدين لإرشاد الناس ورفع لواء العلم و نشره في البلاد وهلم جرًا من كل الوجوه التي تنفع وتفيد الأمة ماديًا وأدبيًا. وهذه حكمة كبرى من الشارع ورحمة بالمسلمين في أمور دينهم ودنياهم.
Juga untuk menentukan dan memilih para khatib, penasehat, cendekiawan, dan pemuka agama yang memberi petunjuk manusia, mengangkat bendera ilmu dan menyebarkannya di dalam negara dan lain sebagainya dalam seluruh aspek yang bermanfaat bagi ummat secara moril maupun materiil. Inilah hikmah yang sangat besar dari Allah sebagai rahmat bagi ummat Islam dalam urusan agama dan keduniaan mereka.
ولذا كان الخلفاء من بعده صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لا يأخذون من الفيىء إلَّا بقدر الحاجة الضرورية للمعاش. واعلم أيضًا أن ما كان يأخذه الرسول لنفسه هو لسد معاشه لأنه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مشغول بالدعوة وهداية الخلق إلى الصراط المستقيم. ومن كانت وظيفته هكذا فلا وقت لديه يقضيه في الكسب. هذا مع الاشتغال بمصالح المسلمين العامة .
Oleh karena itu para khalifah sesudah wafat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengambil bagian dari harta rampasan (Fai’) melainkan sekedar kebutuhan penting untuk penghidupan. Ketahuilah bahwa bagian yang diambil oleh Rasul untuk dirinya adalah sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya sebab beliau sibuk dengan da’wah dan menunjukkan manusia ke jalan yang lurus. Barangsiapa yang tugasnya demikian, tentu tidak ada waktu untuk mencari penghidupan. Ditambah lagi bekerja untuk kepentingan ummat Islam secara umum.
وأما الحكمة في أن ذوي قرباه يأخذون من الفيىء فهي من عدة وجوه. منها أنهم أعلا الناس همة في رفع شأن الدين ورعاية مصلحة المسلمين. لأنهم جمعوا بين حميتين. الحمية الدينية والحمية العصبية.
Adapun hikmah keluarga dekat Nabi mendapatkan bagian dari Fai’ dapat ditinjau dari beberapa segi. Jika dilihat dari satu segi, mereka itu manusia yang paling tinggi kemauannya dalam mengangkat dan menjunjung tinggi urusan agama dan memperhatikan kemaslahatan kaum muslimin. Sebab mereka memadukan dua pemeliharaan. Pemeliharaan agama dan pemeliharaan fanatisme.
ولقد كان من آمن منهم أول من عضده وشد أزره ونصره وفداه بروحه التي بين جنبيه وعرض نفسه للخطر في سبيل الذود عنه وحمايته من المشركين.
Buktinya di antara orang-orang yang beriman adalah orang yang pertamakali memperkuat mendukung, membantu, mengorbankan nyawanya, dan menunjukkan dirinya menghadapi bahaya dalam rangka mempertahankan dan melindungi agama dari serangan kaum musyrik.
ومنها إعلاء شأنهم في نظر الأمة والتنويه بشرفهم الذي لا يماثله شرف. وهل بعد شرف الانتساب إليه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شرف مهما أحرز الإنسان رفيع الدرجات وعظيم المناصب. وأما الحكمة في الصرف على اليتامى والمساكين وأبناء السبيل فظاهرة لا تحتاج إلى شرح وتفسير وتوضيح .
Ditinjau dari segi lain, untuk menjunjung tinggi keadaan keluarga Nabi di mata ummat dan mengangkat kehormatan mereka yang tak tertandingi. Adakah kehormatan orang lain yang menyamai kehormatan seseorang karena dipertalikan dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. meskipun orang itu memelihara kedudukan tinggi dan agung. Adapun hikmah pemanfaatan Al Fai’ untuk anak yatim dan orang-orang miskin serta ibnu sabil sangat jelas tidak memerlukan ketera- ngan dan penjelasan atau penafsiran.