LADUNI.ID, Asy-Syibly mengatakan, “Tasawuf adalah duduk bersama Allah SWT tanpa kegelisahan.” Maksudnya adalah seseorang merasa yakin dengan rahmat dan kasih sayang Allah SWT tanpa ada kekhawatiran sedikit pun. Bagaimana bisa khawatir sedangkan kekasihnya selalu berada di sampingnya.
Ketika ia diberikan kesehatan, ia merasa yakin bahwa kesehatan itu merupakan nikmat yang terbaik untuknya. Begitu juga sebaliknya, ketika ia ditimpa sakit atau musibah lainnya, ia merasa tenang dan yakin bahwa semua itu adalah yang terbaik dari Allah untuk dirinya. Ketika ia diuji dengan kemiskinan, ia yakin bahwa kondisi itulah yang terbaik menurut Allah SWT. Begitu juga ketika ia diuji dengan kekayaan, ia yakin bahwa itulah pemberian terbaik dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman, “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus: 62)
Abu Manshur berkata, “Sufi adalah orang yang mengisyaratkan dari Allah SWT, sedangkan manusia mengisyaratkan kepada Allah SWT.” Maksudnya, seorang sufi selalu mengingatkan kita tentang nikmat-nikmat yang datangnya dari Allah SWT, sementara orang-orang hanya mengingatkan kita tentang kewajiban-kewajiban kita terhadap Allah SWT.
Asy-Syibly mengatakan, “Sufi terpisah dari manusia dan bersambung dengan Allah SWT.” Maksudnya adalah hatinya terpisah dari makhluk dan hanya terpaut dengan Allah saja. Keterpisahan ini tidak bermakna keterpisahan secara fisik dan materi. Boleh jadi fisiknya membaur dengan manusia di pasar, kantor, madrasah dan lain-lain, tapi hatinya hanya bersama Allah saja. Ini benar-benar hidup dalam keterasingan di tengah-tengah keramaian. Jasadnya berjalan di muka bumi, namun hatinya melayang-layang di kerajaan Allah. Orang semacam ini seolah-olah diciptakan untuk menjadi kekasih-Nya.
Allah SWT berfirman, “dan Aku telah memilihmu (Musa) untuk diri-Ku.” (QS. Thaha: 41). Yaitu memutusnya dari dari semua makhluk.
Kemudian Allah SWT berfirman, “Kau (Musa) takkan dapat melihat-Ku.” (QS. Al-A’raf: 143). Karena kedekatan seseorang terhadap kekasih akan mengundang rasa rindu untuk melihatnya. Namun sayang, di dunia ini tak satupun yang diizinkan oleh Sang Kekasih untuk melihat-Nya, bahkan Nabi Musa sekalipun. Hanya di akhirat saja tempat paling indah itu.
Allah SWT berfirman, “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.” (QS. Yunus: 26). Tambahan itu berupa melihat wajah Allah secara langsung. (Tafsir Ibnu Katsir)
Asy-Syibly juga mengatakan, “Para Sufi adalah anak-anak di pangkuan Al-Haq (Allah SWT).” Ini adalah kiasan, karena seorang anak selalu merasa aman dan nyaman bersama ayahnya. Ia merasa tenang dari segala macam gangguan. Ia menyadari kelemahan dirinya, sekaligus mengakui kekuatan ayahnya. Demikian pula keadaan para sufi, mereka merasa tenang dan aman bersama Allah. Mereka menyadari kelemahan diri mereka sekaligus mengakui kekuatan dan kehebatan Allah. Oleh karena itu, mereka menyerupai anak-anak yang berada di pangkuan ayah mereka.
“Dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nahl: 60)
“Dan bagi-Nya lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ar-Rum: 27)
Sumber: Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah