Sesuai analisa ilmu astronomi akan terjadi gerhana bulan total terlama, Sabtu 28 Juli. Mulai lewat tengah malam sampai lebih dari waktu Subuh. Ada sebagian masjid melaksanakan shalat gerhana bulan sebelum Subuh. Ini tidak ada masalah. Namun ada juga yang melaksanakan shalat gerhana setelah Subuh. Inilah yang menjadi pertanyaan. Bolehkah?
Dua Waktu Dilarang Shalat Sunah
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ اﻟﺨﺪﺭﻱ ﺭﺿﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ: ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ: ﻻ ﺻﻼﺓ ﺑﻌﺪ اﻟﺼﺒﺢ ﺣﺘﻰ ﺗﺮﺗﻔﻊ اﻟﺸﻤﺲ، ﻭﻻ ﺻﻼﺓ ﺑﻌﺪ اﻟﻌﺼﺮ ﺣﺘﻰ ﺗﻐﻴﺐ اﻟﺸﻤﺲ
Dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak boleh shalat setelah Subuh sampai matahari naik. Dan tidak boleh shalat setelah Ashar sampai matahari tenggelam” (HR Bukhari dan Muslim)
Penjelasan Ulama Syafi’iyah
Hadis diatas menunjukkan larangan shalat Sunnah setelah Subuh dan Ashar. Namun kita simak penjelasan Ulama Syafi’iyah yang diwakili oleh Imam An-Nawawi:
ﺃﻣﺎ ﺣﻜﻢ اﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻓﻤﺬﻫﺒﻨﺎ ﺃﻥ اﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ اﻟﺼﻼﺓ ﻓﻲ ﻫﺬﻩ اﻷﻭﻗﺎﺕ ﺇﻧﻤﺎ ﻫﻮ ﻋﻦ ﺻﻼﺓ ﻻ ﺳﺒﺐ ﻟﻬﺎ
Hukum masalah ini, menurut madzhab kita larangan shalat di waktu tersebut adalah shalat Sunnah yang tidak memiliki sebab
ﻓﺄﻣﺎ ﻣﺎ ﻟﻬﺎ ﺳﺒﺐ ﻓﻼ ﻛﺮاﻫﺔ ﻓﻴﻬﺎ ﻭاﻟﻤﺮاﺩ ﺑﺬاﺕ اﻟﺴﺒﺐ اﻟﺘﻲ ﻟﻬﺎ ﺳﺒﺐ ﻣﺘﻘﺪﻡ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻓﻤﻦ ﺫﻭاﺕ اﻷﺳﺒﺎﺏ اﻟﻔﺎﺋﺘﺔ ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻛﺎﻧﺖ ﺃﻭ ﻧﺎﻓﻠﺔ … ﻭﺻﻼﺓ اﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﻭﺳﺠﻮﺩ اﻟﺘﻼﻭﺓ ﻭاﻟﺸﻜﺮ ﻭﺻﻼﺓ اﻟﻜﺴﻮﻑ
Sedangkan shalat yang memiliki sebab maka tidak makruh. Maksudnya adalah shalat yang memiliki sebab yang mendahului. Seperti meng-qadla’ shalat, baik shalat wajib atau shalat Sunnah… Shalat jenazah, sujud Tilawah, sujud syukur dan SHALAT GERHANA (Al-Majmu’ 4/170)
Madzhab Syafi’i membolehkan shalat gerhana setelah Subuh. Hal ini ditegaskan oleh pentarjih utama Madzhab Syafi’i:
ﻭﻟﻮ ﻃﻠﻊ اﻟﻔﺠﺮ ﻭﻫﻮ ﺧﺎﺳﻒ ﺃﻭ ﺧﺴﻒ ﺑﻌﺪ اﻟﻔﺠﺮ ﻗﺒﻞ ﻃﻠﻮﻉ اﻟﺸﻤﺲ ﻓﻘﻮﻻﻥ (اﻟﺼﺤﻴﺢ) اﻟﺠﺪﻳﺪ ﻳﺼﻠﻲ ﻭاﻟﻘﺪﻳﻢ ﻻ ﻳﺼﻠﻲ
Jika fajar terbit dan bulan masih dalam keadaan gerhana, atau terjadinya gerhana setelah Subuh dan sebelum terbitnya matahari, maka ada 2 pendapat. Pendapat yang sahih dalam Qaul Jadid adalah dilaksanakan shalat gerhana. Menurut Qaul Qadim tidak dilakukan shalat gerhana (Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ 5/54)
Ma’ruf Khozin, anggota LBM PWNU Jati