Ayah dan Guru Para Murid Jamiat Kheir
Salah satu pengajar Madrasah Jamiat Kheir yang begitu dekat dengan para muridnya adalah Ustadz Hadi Jawas. Kedekatan sang guru dengan murid bak kedekatan ayah dengan anaknya.
Ustadz Hadi Jawas mengajar ilmu fiqih dan hadits di Jamiat Kheir Jakarta. Sekalipun ia hanya mengajar ilmu fiqih, karena mata pelajaran ini disesuaikan dengan zaman, banyak murid yang menyukai pelajarannya. Dalam mendidik, dia penuh kasih sayang, seperti ayah pada anak-anaknya. Kedekatan emosional sang guru ini membuat para murid tak segan-segan untuk bertanya kepadanya.
Siapa sesungguhnya ulama dan guru yang kerap dianggap sebagai ayah di Jamiat Kheir ini?
Ustadz Hadi Jawas lahir tahun 1896 M (1356 H) di Hadramaut, Yaman. Tidak banyak data sejarah yang bisa melacak asal-usul dan data secara terperinci tentang bapak tiga anak ini. Menurut para murid Ustadz Hadi, ia dikenal sebagai orang yang gemar menuntut ilmu agama. Sejak kecil telah belajar kepada ulama-ulama setempat di Hadramaut. Ia bahkan sempat belajar kepada ulama yang sangat alim, Habib Salim bin Hafidz, kakek Habib Umar bin Hafidz, pemimpin Darul Musthafa, Tarim. Bahkan ia menjadi murid kesayangan Habib Salim bin Hafidz.
Selain berguru kepada Habib Salim, sewaktu di Hadramaut ia juga pernah belajar kepada Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff (pengarang Fatat Garut), Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad (mufti Johor, Malaysia), dan lain-lain.
Awal abad ke-19, Indonesia tengah memasuki zaman pergerakan nasional. Itu ditandai dengan berdirinya berbagai organisasi sosial dan pergerakan nasional, termasuk Jamiat Kheir, yang berdiri tahun 1901 M. Jamiat Kheir awalnya berdiri sebagai wadah pendidikan Islam yang bukan saja mengajarkan agama, tapi juga pendidikan umum.
Pada saat pertama kali berdiri, perguruan ini membuka sekolah di kawasan Pekojan yang saat itu penghuninya banyak keturunan Arab. Seiring perkembangan zaman, perguruan Jamiat Kheir tidak hanya diikuti keturunan Alawiyin (Arab), tapi juga keturunan Betawi dan umum. Apalagi, saat itu pendidikan agama atau sekolah masih jarang, jadi madrasah Jamiat Kheir menjadi rujukan sekolah yang utama.
Membina Tokoh-tokoh Islam
Perkumpulan Jamiat Kheir diakui oleh pemerintah RI dan ahli sejarah Islam sekarang ini sebagai organisasi Islam yang banyak membina tokoh-tokoh Islam, seperti K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), H.O.S. Tjokroaminoto (pendiri Syarikat Islam), H. Samanhudi (tokoh Budi Utomo), H. Agus Salim (tokoh KMB), dan tokoh-tokoh perintis kemerdekaan lainnya yang merupakan anggota atau setidaknya mempunyai hubungan dekat dengan Jami’at Kheir.
Pada tahun 1940, madrasah ini mengundang banyak guru dari luar negeri untuk mendidik murid-murid, baik dari keturunan habaib maupun ulama. Salah satu yang diundang untuk mengajar di madrasah ini adalah Ustadz Hadi Jawas. Sebelumnya, Jamiat Kheir pada zaman Habib Alwi bin Thohir Al-Haddad mengundang guru-guru dari luar negeri, seperti Ustadz Hasyimi (Tunisia), Syaikh Ahmad bin Muhammad As-Surkati (Sudan, mengajar di Madrasah Jamiat Kheir tahun 1911-1914), Syaikh Muhammad Thayyib Al-Maghribi (Maroko), dan Syaikh Muhammad Abdul Hamid (Makkah).
Menurut salah seorang murid Jamiat Kheir, Habib Ali bin Ahmad Assegaff, Ustadz Hadi Jawas diundang ke Jamiat Kheir atas permintaan gurunya, Habib Ahmad bin Abdullah bin Muhsin Assegaff. Tentu, permintaan mengajar dari Madrasah Jamiat Kheir bagi Ustadz Hadi dan sekaligus permintaan langsung dari gurunya itu tak bisa ditampik. Bahkan merupakan sebuah kehormatan yang besar untuk mengabdikan ilmu-ilmu agama yang diperolehnya kepada masyarakat luas.
Setelah menunaikan ibadah haji ke Makkah, dengan bekal keyakinan dan semangat untuk berdakwah, Ustadz Hadi datang ke Indonesia pada tahun 1940-an, langsung mengajar di Madrasah Jamiat Kheir. Selain dikenal sebagai pengajar mata kuliah Fiqih dan Hadits, Ustadz Hadi juga dikenal sebagai pengajar tentang ilmu waris yang mumpuni. Ia menjadikan kitab Zubdah fi Fiqh Almawarits (Kumpulan Hukum Waris) karya Habib Salim bin Hafidz (kakek Habib Umar bin Hafidz, Rubath Darul Musthafa, Tarim) sebagai pegangan utama dalam mengajar. Ini termasuk kitab yang langka dan jarang dimiliki para ulama di Indonesia, dan amat wajar bila Ustadz Hadi Jawas menjadikan kitab tersebut sebagai pegangan dalam pengajian-pengajiannya.
Muridnya yang di kemudian hari dikenal sebagai dai dan muballigh, antara lain, Habib Syaikhan Al-Gadri, Habib Ali bin Sahil (Slipi), Habib Zain Alaydrus (Kebon Jeruk), Habib Hud Muhammad Albagir Alattas (Kebon Nanas), Habib Husin Mulachela (Majelis Khair, Ragunan). Demikian keterangan Habib Husein Al-Haddad (kepala sekolah di MTS Yayasan Jamiat Kheir), yang juga salah seorang murid Ustadz Hadi Jawas.
Murid-muridnya yang lain, di antaranya, Habib Muhsin Alattas (Petamburan), K.H. Sabilar Rosyad (Kuningan), K.H. Syukur Ya’kub, K.H. Aminullah (Palmerah), K.H. Abdul Manaf (pendiri PP Darunnajah, Cipulir, Jakarta Selatan), K.H. Ma’mun (Rawa Belong).
“Ustadz Hadi Jawas, walaupun datang dari Hadramaut, sistem belajarnya bisa diterima murid-muridnya,” kata Habib Ali bin Ahmad Assegaff, salah seorang alumni dan pengajar Madrasah Jamiat Kheir.
Ustadz Hadi mengajar di Jamiat Kheir bersama Ustadz Muhammad Dhiya’ Shahab (kepala sekolah), Ustadz Abdullah Arfan Baraja, Habib Hadi Al-Kaff, Habib Abdurrahman Assegaff (Bukitduri), dan lain-lain. Pesan yang senantiasa disampaikan oleh Ustadz Hadi Jawas kepada para murid-muridnya, ”Jangan menyia-nyiakan waktumu, dan ingat ayah-bundamu. Dan ingat selalu dua muasasah (yayasan) ini, yakni Darul Aitam dan Jamiat Kheir.”
Ia berhenti mengajar di Madrasah Jamiat Kheir tahun 1965. Setelah itu ia banyak menghabiskan waktunya dengan mengajar, ta’lim, di rumahnya.
Rumahnya di Kebon Kacang, yang berada di belakang Madrasah Jamiat Kheir, senantiasa terbuka bagi para tamu yang datang untuk bertanya atau sekadar silaturahmi. Banyak tokoh dari berbagai daerah yang berdatangan ke rumahnya, di antaranya Habib Muhammad Mulachela, Habib Hadi bin Ahmad Assegaff, Habib Abdullah bin Umar Al-Habsyi, Habib Ahmad Mashur, Habib Idrus bin Husin Al-Hamid, Habib Ali bin Alwi Assegaff, dan lain-lain.
Ta’lim ini juga dihadiri beberapa guru sesuai dengan bidang masing-masing, dari kalangan dai, pengajar pesantren, sampai pemimpin masyarakat. Pengajian itu diadakan dua hari sekali. Bahkan di saat bulan Ramadhan tiba, Ustadz Hadi membuka ta’lim setiap hari.
Sebelum datang ke Indonesia, ia telah menikah dengan keluarga Bahfen dan mempunyai anak bernama Ahmad. Tahun 1964, Ustadz Hadi pergi haji dan sempat mengunjungi anak dan cucunya di Hadramaut. Di Indonesia, almarhum menikah dengan Sehun Bakran Jawas dan mempunyai tiga putra: Said, Salmah, dan Muhammad Rasyid.
Sang pendidik yang banyak melahirkan ulama dan dai ini wafat tahun 1993, tepatnya di bulan Ramadhan 1414 H, dimakamkan di Taman Makam Karet, Jakarta Pusat.