Dalam perjalanan hidupnya, Imam Hasan bin Ali menghadapi suatu ujian besar yang menguji kesungguhan imannya. Ujian ini berkaitan dengan sebuah kesepakatan yang melibatkan posisinya sebagai khalifah dan Muawiyah. Kesepakatan ini memiliki satu elemen yang sangat penting: pengiriman 100.000 Dinar setiap tahunnya kepada Imam Hasan untuk distribusi kepada orang-orang yang membutuhkan.
Muawiyah mematuhi perjanjian ini selama beberapa tahun, membantu orang-orang yang membutuhkan melalui Imam Hasan. Namun, suatu hari, pengiriman uang itu tiba-tiba terhenti. Akibatnya, Imam Hasan harus berutang untuk terus membantu orang-orang yang datang meminta bantuan. Imam Hasan dikenal sebagai seorang dermawan yang selalu siap membantu mereka yang membutuhkan dan melunasi hutang-hutang orang yang terlilit utang.
Namun, Imam Hasan merasa perlu mengingatkan Muawiyah tentang perjanjian yang telah disepakati. Lebih penting lagi, uang tersebut berasal dari tawaran dan janji Muawiyah sendiri, bukan dari Imam Hasan.
Suatu malam, dalam tidurnya, Imam Hasan memiliki pengalaman luar biasa. Dia bermimpi bertemu dengan kakeknya, Rasulullah Muhammad SAW. Imam Hasan dengan rendah hati menceritakan permasalahan yang sedang dia hadapi.
Rasulullah SAW kemudian bertanya, “Anakku, apakah engkau akan menulis surat meminta pertolongan kepada makhluk yang sama denganmu?”
“Duhai kakekku,” jawab Imam Hasan, “sejujurnya aku hendak melakukannya, namun aku mengurungkan niatku.”
Rasulullah SAW dengan tegas menasihatinya, “Janganlah engkau lakukan hal itu.”
Lalu, Imam Hasan bertanya, “Lalu apa yang harus aku lakukan, duhai kakekku?”
Rasulullah SAW memberikan doa khusus:
“اَللَّهُـمَّ اقْذِفْ فِى قَلْبِى رَجَاءَكَ وَاقْطَعْ رَجَائِى عَمَّنْ سِوَاكَ، حَتَّىٰ لاَ أَرْجُوْ اَحَدًا غَيْرَكَ
اَللَّهُـمَّ وَمَا ضَعُفَتْ عَنْهُ قُوَّتِى وَقَصُرَ عَنْهُ عَمَلِى وَلَمْ تَنْتَهِ إِلَيْهِ رَغْبَتِى وَلَمْ تَبْلُغْهُ مَسْأَلَتِى وَلَمْ يَجْرِ عَلَىٰ لِسَانِى مِمَّا أَعْطَيْتَ اَحَدًا مِنَ اْلاَوَّلِيْنَ وَٱلْأَخِرِيْنَ مِنَ ٱلْيَقِيْنِ فَخُصَّنِى بِهِۦ يَارَبَّ ٱلْعَالَمِيْنَ”
Doa ini berarti, “Ya Allah, tanamkan harapanku hanya kepada-Mu dan putuskan harapanku dari selain-Mu, sehingga aku tidak berharap kepada siapa pun selain-Mu. Ya Allah, meskipun aku lemah dalam kekuatan, pendek dalam usaha, dan tidak mampu mencapai apa yang aku inginkan, dan meskipun tidak ada kata-kata yang bisa menyampaikan apa yang telah Engkau berikan kepada siapa pun, baik terdahulu maupun yang akan datang, maka khususkanlah aku untuk-Mu, wahai Tuhan semesta alam.”
Imam Hasan menerima nasehat Rasulullah SAW dan mempraktikkannya dengan sungguh-sungguh. Tidak sampai seminggu, Muawiyah kembali mengirimkan uang sejumlah 500.000 Dinar sesuai dengan kesepakatan awal. Dengan uang tersebut, Imam Hasan dapat melunasi hutang-hutangnya dan membantu mereka yang membutuhkan di Madinah.
Setelah peristiwa tersebut, Imam Hasan kembali bermimpi bertemu Rasulullah SAW, yang mengatakan, “Anakku, inilah yang terjadi ketika seseorang menaruh harapannya dengan sungguh-sungguh kepada Sang Pencipta (Allah), bukan kepada makhluk-Nya.”
Kisah Imam Hasan mengajarkan kita pentingnya kesungguhan dalam berharap kepada Allah dan bahwa dengan keyakinan yang kuat dan doa yang tulus, Allah selalu mendengarkan dan mengabulkan permohonan hamba-Nya.