Oleh: KH Sholahudin Al Aiyub, Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal
الله أكبر (×9)
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا. لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ، وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ. لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أكبرُ وللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ للهِ حَاكِمَ الْحُكَّامِ، جَاعِلِ النُّوْرِ وَالظَّلَامِ، وَجَعَلَ هَذَا الْيَوْمِ عِيْدًا لِلْإِسْلَامِ، وَحَرَّمَ عَلَيْنَا الصِّيَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اَلَّذِى أَمَرَناَ بِذَبِيْحَةِ الْقُرْباَنِ، اِتِّبَاعًا لِسَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَفْضَلُ الْأَنَامِ وَمِصْبَاحُ الظَّلَامِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ، صَلَاةً وَسَلَامًا دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ عَلَى مَمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَيَّامِ. أَمَّا بَعْدُ،
فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوا اللهَ وَأَطِيْعُواهُ وَكَبِّرُوْهُ تَكْبِيْرًا.
اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ.
Kaum muslimin wal muslimat, ‘aidin wal ‘aidat rahimakumullah.
Sejak kemarin terdengar gema takbir, tahmid, dan tahlil menyambut datangnya Hari Raya Idul Adha yang mubarak. Syukur Alhamdulillah, kita semua dapat berjumpa kembali dengan Hari Raya ini dalam keadaan sehat wal afiat. Langkah kaki kita menghadiri shalat ied ini merupakan bukti bahwa kita masih dikaruniai nikmat kesehatan dan keimanan, dua nikmat yang sangat besar sekali nilainya, tanpa bisa digantikan oleh selainnya. Semoga nikmat tersebut tetap kita peroleh sampai nyawa berpisah dari badan ini. Amin ya rabbal alamin.
Hari ini kita memasuki Hari Raya Idul Adha. Hari Raya ini dikatakan dengan Idul Adha karena pada hari raya ini dan tiga hari sesudahnya, atau disebut dengan Hari Tasyrik, kita semua diserukan untuk memotong hewan qurban yang merupakan bentuk ketundukan dan kepasrahan kita kepada Allah SWT Dzat Yang Kuasanya tiada terbilang dan tiada terhingga. Allah SWT berfirman:
فصل لربك وانحر
“Sembahyanglah kamu kepada Rabb-mu dan berqurban-lah” (QS. Al-Kautsar: 2)
Menurut Mazhab Imam Syafi’i, memotong hewan qurban itu hukumnya sunnah muakkadah, artinya sunnah yang dikuatkan, meskipun ada imam madzhab yang mewajibkannya. Meskipun hukumnya sunnah muakkadah, namun bagi orang mampu yang tidak berqurban maka Rasulullah mengingatkan dengan keras:
مَنْ كَانَ لَهُ سِعَةٌ فَلَمْ يُضْحِ فَلْيَمُتْ إِنْ شَاءَ يَهُوْدِيًّا أَوْ نَصْرَانِيًّا
“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan (berqurban) tetapi tidak melakukannya maka silakan mati dalam keadaan yahudi atau nasrani.” Dalam riwayat lain:
مَنْ كَانَ لَهُ سِعَةٌ فَلَمْ يُضْحِ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا
“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan (berqurban) tetapi tidak melakukannya maka janganlah mendekati tempat shalat kami.”
Oleh karena itu, sudah pada tempatnya kita sebagai orang yang mengaku beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya untuk memenuhi panggilan berqurban tersebut.
Kaum muslimin wal muslimat, ‘aidin wal ‘aidat rahimakumullah.
Pelaksanaan qurban yang dilakukan oleh umat Islam, selain sebagai bentuk kepatuhan dan kepasrahan kepada Allah serta sebagai upaya pendekatan diri kepada-Nya (taqarrub ilallah), juga ada hikmah yang berdampak kemashlahatan bagi umat manusia. Di antara hikmah yang bisa kita petik adalah:
- Meneladani kesabaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimas salam dalam menerima cobaan dan ujian
- Menumbuhkan sifat kedermawanan, saling membantu (ta’awun), saling berkasih sayang (tarahum), dan terbinanya solidaritas sosial di kalangan umat Islam
- Menumbuhkan semangat berkorban di kalangan kaum muslimin pada khususnya.
Hikmah pertama, yakni meneladani kesabaran Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‘alaihimas salam dalam menerima cobaan dan ujian. Sebagaimana diceritakan dalam kitab suci Alquran bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihis salam belum dikaruniai seorang anak sampai usianya lanjut sehingga beliau sangat ingin dikaruniai seorang anak dan senantiasa berdoa agar keinginan tersebut dikabulkan oleh Allah Ta’ala:
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِيْنَ
“Wahai Tuhanku berilah aku putra yang shalih” (QS as-Shaffat: 100)
Akhirnya Allah SWT menjawab dan mengabulkan doa beliau setelah sekian lama. Namun setelah beliau memperoleh seorang putra dan putranya itu berumur antara 9–11 tahun, Allah SWT memintanya kembali untuk dijadikan qurban sebagai persembahan. Tidak mudah bagi seseorang yang sudah sekian lama mendambakan seorang anak, tapi setelah anak itu lahir dan di usia yang sedang lucu-lucunya, diperintahkan untuk mengorbankannya. Secara manusiawi perintah tersebut sulit sekali untuk dipenuhi.
Tapi Nabi Ibrahim tidaklah demikian. Perintah tersebut diterimanya dengan penuh ketaatan dan kepasrahan. Sikap tersebut muncul karena keimanan yang total kepada Allah Ta’ala, bahwa semua perintah-Nya tidak lain adalah untuk kemaslahatan umat manusia. Bahwa semua yang ada pada diri manusia tidak lain pada hakekatnya merupakan milik Allah. Apabila Allah memerintahkan untuk mengorbankannya, maka pada hakekatnya itu adalah mengembalikan sesuatu yang dititipkan ke umat manusia dikembalikan pada pemilik hakikinya.
Sebelum melaksanakan perintah tersebut, Nabi Ibrahim merundingkan pada anaknya yaitu nabi Ismail. Sebuah contoh mulia bagaimana orang tua memusyawarahkan dengan anaknya terhadap sesuatu keputusan yang akan berakibat dan berdampak pada anak tersebut.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Maka tatkala anak itu sampai usia remaja, Ia berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS ash-Shaffat : 102)
Sungguh sangat mengagumkan seorang ayah yang sanggup menjalankan perintah mengorbankan anak satu-satunya yang sudah didambakan kelahirannya sekian lama. Lebih mengagumkan lagi adalah sikap anak tersebut yang penuh keyakinan dan kesabaran mendorong ayahnya untuk menjalankan perintah tersebut. Meskipun itu artinya mengorbankan nyawanya.
Ketika kepasrahan dan ketundukan yang luar biasa dari nabi Ibrahim dan nabi Islamil ‘alaihimas salam dalam menerima perintah tersebut, rupanya itu merupakan ujian dari Allah kepada mereka berdua. Maka tatkala mereka siap untuk melaksanakan perintah itu, Allah menggantinya dengan seekor domba yang besar.
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (106) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (107)
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu”, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS ash-Shaffat: 103-107)
Kepasrahan dan ketundukan nabi Ibrahim dan nabi Ismail ‘alaihimas salam dalam menerima dan menjalankan perintah Allah SWT merupakan contoh terbaik yang patut menjadi teladan kita umat Islam. Saat ini banyak sekali umat Islam yang seakan tidak peduli dengan perintah Allah SWT di dalam ajaran agama.
Perintah Allah SWT dipilah dan dipilih untuk ditaati dan diimani. Mana perintah yang sesuai dengan kepentingan dan keinginannya, maka ia akan menjalankan perintah tersebut. Tapi jika sebaliknya, ia menganggap angin lalu saja perintah tersebut. Kepasrahan dan ketundukan total kepada Allah Dzat Yang Mahakuasa saat ini merupakan sesuatu yang sulit ditemukan di kalangan umat Islam.
Oleh karena itu, melalui momentum Idul Adha ini saya mengajak kita semua umat Islam untuk meneladani nabi Ibrahim dan nabi Ismail dalam menerima dan menjalankan perintah Allah SWT, yaitu dengan penuh kepasrahan dan ketundukan. Karena semua perintah Allah apabila dilaksanakan secara benar pasti akan membawa kemanfaatan dan kemaslahatan pada orang yang menjalankan tersebut.
الله أكبر (×3) لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
Kaum muslimin wal muslimat, ‘aidin wal ‘aidat rahimakumullah.
Pesan ibadah qurban yang kedua adalah menumbuhkan sikap ta’awun (saling membantu antar sesama umat manusia), khususnya di kalangan umat Islam. Penyembelihan hewan qurban jangan hanya dilihat semata-mata dari aspek penyembelihannya saja. Tapi juga harus dilihat bahwa penyembelihan itu merupakan simbol perilaku kedermawanan dan solidaritas sosial di antara umat manusia. Sesuatu yang menjadi salah satu pilar ajaran Nabi SAW.
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَآدِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهْرِ وَالْحُمَى ]متفق عليه[
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hubungan cinta kasih dan kasih sayang satu sama lain seperti satu jasad yang apabila ada salah satu bagiannya sakit maka seluruh tubuh itu akan merasakan sakit.” (HR al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW telah mencontohkan pentingnya solidaritas tersebut, salah satunya melalui upaya mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Orang-orang Anshar bersedia memberikan sebagian bahkan setengah dari hartanya kepada kaum Muhajirin yang kebetulan ketika mereka pindah dari Makkah ke Madinah tidak sempat membawa apa-apa. Bahkan, kaum Anshar cenderung lebih mementingkan keperluan kaum Muhajirin daripada keperluan mereka sendiri. Sikap tersebut mendapat pujian dari Allah seperti disebut dalam Alquran surat al-Hasyr ayat 9:
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ
“Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu)”.
Ini merupakan gambaran umat Islam periode pertama (as-sabiqun al-awwalun) yang memiliki solidaritas dan kasih sayang yang amat tinggi. Sikap seperti ini sangat dibutuhkan pada masa sekarang. Misalnya menyisihkan sebagian penghasilan untuk didonasikan kepada mereka yang membutuhkan, sesuai sabda Nabi SAW:
وَمَنْ كَانَ لَهُ فَضْلُ زَادٍ فَلْيَعُدْ بِهِ عَلَى مَنَ لاَ زَادَ لَهُ ]رواه مسلم
“Barangsiapa yang memiliki kelebihan bekal hidup maka hendaklah mendonasikan kepada orang yang tidak punya bekal hidup”. (HR Muslim)
الله أكبر (×3) لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد
Kaum muslimin wal muslimat, ‘aidin wal ‘aidat rahimakumullah.
Pesan ibadah qurban yang ketiga adalah menumbuhkan semangat berkorban, khususnya di kalangan kaum muslimin. Tanpa adanya pengorbanan tidak mungkin dapat mencapai sesuatu yang diinginkan. Kemerdekaan negara Indonesia tercinta ini diperoleh tidak lain adalah merupakan hasil dari pengorbanan para pahlawan, yang telah rela mengorbankan jiwa dan raganya dalam merebut kemerdekaan dari tangan penjajah.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita yang hidup menikmati kemerdekaan tersebut menjaga dan merawat dengan baik negara ini. Kita harus mau berkorban demi kemajuan negara ini. Tantangan dan ujian seberat apapun hendaknya tidak akan menggoyahkan semangat berkorban demi terjaganya negara tercinta ini. Di atas pundak kita umat Islam Indonesia, terpikul dua tanggung jawab sekaligus yaitu tanggung jawab keislaman (Mas-uliyah Islamiyah) dan tanggung jawab kebangsaan (Mas-uliyah Wathaniyah). Dua tanggungjawab yang tidak bisa dipisahkan antara satu dan lainnya.
Dengan mengedepankan semangat pengorbanan, sebagaimana dipetik dari hikmah iedul adha, insyaallah kita umat Islam dapat memikul tanggungjawab tersebut. Amin ya Rabbal alamin.
إِنَّ أَحْسَنَ الْكَلَامِ كَلَامُ اللهِ الْمَلِكِ المْنَاَّنِ، وَبِهِ يَهْتَدِي الْمُهْتَدُونَ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ منِّيْ وَمِنْكُمْ تَلاَوَتَهُ إِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ، لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ
KHUTBAH KEDUA
اللهُ أَكْبَرُ، (x7 ) لاَ إلِهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرْ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ إِرْغَاماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرْ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلاَئِقِ وَالْبَشَرْ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ إِلَى يَوْمِ الْمَحْشَرْ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ! اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمْ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ : إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنْ، وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنْ.
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.
اَللّهُمَّ انْصُرِ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْفَاجِرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. آمِيْنَ يَا مُجِيْبَ السَّائِلِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
TAGING: